Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Cukup Tinggi Print

Jakarta (14 September 2016). Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pada tahun 2015 telah melakukan survei untuk mengukur dan memotret indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) di seluruh ibukota di 34 provinsi. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat Kerukunan Umat Beragama (KUB) di Indonesia masih cukup tinggi (75,36 dari 100 responden​) dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya pada tahun 2012

Pernyataan tersebut dikemukakan Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D. dalam dialog KOPI DARAT (Kongkow Pendidikan Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat), yang digagas ACDP ((Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership) Indonesia dengan mengangkat tema “Mengelola Perbedaan dan Memelihara Kerukunan Melalui Pendidikan” di bilangan QQ Kopitiam Mall FX Jl. Jenderal Sudirman Jakarta Pusat, 14 September 2016.

Dialog bertujuan untuk menyingkap peran pendidikan dalam mempromosikan kerukunan (promoting tolerance). Selain Kepala Badan Litbang dan Diklat, kegiatan ini juga dihadiri Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan, perwakilan dari Dosen Perguruan Tinggi, para pemangku kepentingan (stakeholders), pengamat pendidikan, para peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan, dan media massa.

Bertindak selaku narasumber utama Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D. (Kepala Badan Litbang dan Diklat); Dr. H. Amin Haedari (Pakar Pendidikan Islam dan Mantan Direktur Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendis Kementerian Agama); Ahmad Suaedy, MA (Perwakilan Abdurrahman Wahid Center, UI, yang kini bekerja di Ombudsman); Prof. Muljani A. Nurhadi, M.Ed. (Lead Advisor for Ministry of Religious Affairs ACDP Indonesia); dan Meiske Yoe (Perwakilan Tim Penggagas Komunitas Sabang Merauke).

Selanjutnya, Mas’ud menyatakan bahwa di beberapa daerah seperti di NTT, Kota Singaraja, Kabupaten Bali, dan Papua, budaya kerukunan umat beragama sudah diwariskan secara turun-temurun. Meskipun begitu, menurut Mas’ud, kerukunan umat beragama di Indonesia bukanlah suatu situasi yang permanen, melainkan merupakan suatu hal yang dinamis dan harus dijaga. “Secara umum, Indonesia adalah bangsa yang ramah dan penuh toleransi serta menjaga kerukunan. Jika ada gesekan berlandaskan agama pada sebuah daerah di Indonesia, ini hanya kasuistik saja.” tegasnya.

“Perlu diketahui, hasil survei yang memperoleh skor tinggi menunjukkan bahwa tiga variabel itu diapresiasi tinggi oleh responden. Oleh karena itu, penting bagi dunia pendidikan untuk memberikan perhatian lebih pada pendidikan kesetaraan (equity), toleransi (tolerance), dan kerjasama (team work)," Mas'ud menambahkan.​

Sementara itu, Dr. H. Amin Haedari, MPd., memaparkan bahwa pendidikan Islam memainkan peranan sangat besar dalam mempromosikan toleransi, saling menghormati antar umat beragama, dan menjaga kerukunan (harmony), apalagi agama Islam dikenal sebagai rahmat bagi segenap semesta (rahmatan lil ‘alamin). “Pendidikan toleransi (tasamuh fit tarbiyah) dilakukan dengan menginternalisasi pemahaman anak-anak pada awal masa pembentukan karakter (character building) serta menanamkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai budaya damai sejak SD, SMP, sampai Perguruan Tinggi,” ungkapnya. Oleh karena itu, “Merawat perbedaan dan menyikapinya dengan baik dengan saling mengerti dan saling memahami adalah tugas kita bersama,” ungkapnya lagi.

Pembicara lain, Ahmad Suaedy, MA, mengungkapkan bahwa terjadinya intoleransi di kalangan siswa sekolah (public school) sampai mahasiswa di perguruan tinggi disebabkan kurangnya pemahaman Islam rahmatan lil ‘alamin yang komprehensif (syamil dan mutakamil). "Penting sekali menyuburkan gerakan cinta damai kepada peserta didik, misalnya dengan menghargai local wisdom, melestarikan tradisi agama, dan budaya keluhuran santri pesantren yang mendalami makna sabar, syukur, dan ikhlas," ujarnya.

Kegiatan dialog ini terselenggara atas kerjasama ACDP Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian PPN/Bappenas, European Union/Uni Eropa, dan AusAid serta ADB. (Nasrullah Nurdin/bas)