Sosialisasi RUU Kewarisan untuk Mewadahi Local Wisdom Print

Manado,1/10 (Puslitbang 1), “Sosialisasi ini menjadi penting dalam rangka menerima kontribusi pemikiran dari seluruh negeri. Bagaimanapun setiap daerah memiliki local wisdom yang berbeda-beda, contohnya di daerah saya ini, setiap sulung baik laki-laki maupun perempuan pasti mewarisi rumah. Sosialisasi ini menjadi penting untuk mewadahi hal seperti itu. Draft RUU ini menjadi kontribusi kita semua untuk hukum kewarisan di Indonesia”, demikian sambutan Dr. Rukminah Gonibala, M.Si, Ketua STAIN Manado dalam acara pembukaan Sosialisasi RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Kewarisan yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agama RI berkerjasama dengan STAIN Manado.

Acara sosialisasi ini diselenggarakan di Hotel Aryaduta Manado tanggal 1 Oktober 2013 dan dihadiri oleh ulama perwakilan ormas Islam, Akademisi dari STAIN Manado, Ulama Pesantren, LSM, Praktisi Hakim PTA (Pengadilan Tinggi Agama) dan PA (Pengadilan Agama), Advokat dan Konsultan Hukum serta pejabat pemda setempat.

Salah satu narasumber, Ahmad Azharuddin Lathif, MH memaparkan pendapatnya tentang landasan filosofis, yuridis dan sosiologis RUU ini. “Permasalahan waris yang hingga kini belum terselesaikan adalah belum adanya UU yang jelas mengatur tentang hukum kewarisan. Selama ini para hakim dalam setiap amar putusannya selalu merujuk pada Kompilasi Hukum Islam yang bukan berbentuk UU sehingga lemah dan tidak mengikat. Oleh karenanya, diajukannya RUU ini tidak lain bertujuan untuk memastikan adanya jaminan hukum yang kuat dalam persoalan waris” demikian ujar Azhar.

Azhar menambahkan, hanya bidang waris dan hibah yang selama ini belum memiliki aturan perundangan-undangan. “Kita memiliki UU Perbankan Syariah, UU Asuransi, UU Wakaf, UU Perkawinan, semuanya sudah memiliki landasan hukum yang kuat, hanya saja masalah waris, hibah dan hadiah belum memiliki UU, para hakim terbiasa merujuk KHI dan Kitab Kuning, sehingga amar putusannya berbeda-beda. Nah, RUU ini bisa menyamakan persepsi para hakim sehingga putusannya bisa lebih jelas”, pungkas Dosen UIN Syarif Hidayatullah ini.

Seperti dijelaskan oleh Abdul Jamil, M.Si peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama, bahwa berdasarkan penelitian, banyak ditemukan para ulama, akademisi maupun praktisi yang awam dengan Kompilasi Hukum Islam. Bahkan ditemukan banyak yang menolak KHI walaupun ada juga yang menerima dan sedikit apatis. Tapi pada intinya, KHI belum menjadi pegangan. “Dari hasil penelitian dan workshop inilah kemudian kita susun naskah akademik RUU Hukum Materiil Bidang Kewarisan sebagai pengganti dari KHI”, papar Abdul Jamil.

Abdul Jamil juga mengungkapkan sejatinya Kementerian Agama sudah mengajukan empat RUU diantaranya RUU Jaminan Produk Halal, RUU Materiil Hukum Perkawinan, RUU Pengelolaan Haji dan RUU Materiil Bidang Kewarisan, untuk tahun ini Kementerian berfokus untuk menggolkan RUU Kewarisan ini di DPR (AM)