Home /  Berita
Kapuslitbang : Lahirnya UU Peradilan Agama Bidang Kewarisan Tidak Mudah, Tapi Bisa PDF Print Email

Garut, 13/05 (Puslitbang 1) - "Kegiatan ini berawal dari sebuah penelitian kualitatif pada tahun 2009 yang diselenggarakan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan bekerja sama dengan Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah Indonesia (HISSI). Diperoleh temuan menarik mengenai implementasi Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang ada di masyarakat, yakni munculnya jarak antara idealisme hukum dengan implementasi hukum, dalam hal implementasi hukum waris di Indonesia". Demikian dikemukakan oleh Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama RI, Prof Dr Phil Nurkholis Setiawan dalam pembukaan Sosialisasi Draft Naskah Akademik RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Kewarisan di Hotel Sumber Alam Resort, Cipanas Garut, Rabu 8 Mei 2013.

“Acara sosialisasi ini tentu tidak lahir dari ruang hampa, melainkan dari serangkaian penelitian yang dilakukan sejak tahun 2009” tegas Nurkholis. Munculnya jarak itu, Kapuslitbang menjelaskan disebabkan oleh substansi KHI itu sendiri yang dari segi legalitas masih berstatus instruksi presiden, oleh karenanya perlu ada upaya upgrading status, dari instruksi presiden menjadi undang-undang. Dilatar belakangi oleh niat itu, Puslitbang Kementerian Agama dan HISSI menyodorkan naskah akademik sebagai rancangan undang-undang hukum materiil peradilan agama bidang kewarisan.

Prof. Nurkholis menjabarkan ada tiga tujuan besar yang hendak dicapai dalam agenda sosialisasi ini. "Pertama, sosialisasi dimaksudkan untuk mempertajam sekaligus menyempurnakan naskah akademik agar bisa lebih baik lagi. Kedua, tentu acara ini akan menyerap aspirasi dari para ilmuwan, akademisi, praktisi maupun stakeholder lainnya yang berkepentingan dalam lahirnya UU Peradilan Agama, dan terakhir adalah lahirnya UU yang kedudukannya lebih tinggi dari Instruksi Presiden. Walaupun sulit dan tidak mudah, namun hal ini sangat memungkinkan” tutur Nurkholis.

Kegiatan ini sendiri diselenggarakan atas kerjasama Kementerian Agama khususnya Puslitbang Kehidupan Keagamaan dengan STAI Siliwangi Garut, Yayasan Almuawanah dan dihadiri oleh banyak akademisi dan praktisi hakim agama dari Kabupaten Garut, Bandung, Tasikmalaya dan Ciamis.

Sosialisasi dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama membahas dua tema penting yaitu Peran Kementerian Agama dalam Mewujudkan Positivisasi Hukum Islam dan Argumen Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis Pembentukan RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Kewarisan dengan masing-masing pembicara Prof. Dr. Phil Nurkholis Setiawan dan Dr. Phil JM Muslimin, MA. Bertindak sebagai pembahas dalam acara ini adalah Dr. Sarwani, LLM yang merupakan mantan Duta Besar Indonesia untuk Libanon.

Sedangkan sesi kedua menghadirkan pembicara Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH dan Prof. Dr. Edi Riyadi, SH, MA, yang menelaah materi Muatan RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Kewarisan dengan pembahas KH. Aceng Rivai yang merupakan perwakilan dari tokoh masyarakat Kabupaten Garut.

Rencananya, acara sosialisasi ini sendiri akan diseminasikan ke beberapa daerah, termasuk Garut, Jawa Barat, Kediri Jawa Timur, Manado Sulawesi Utara dan Lombok, Nusa Tenggara Barat

 
Tingkatkan Status PBM No.9&8 Tahun 2006 PDF Print Email

Jakarta, 21/03 (Puslitbang 1) - “PBM No 9 dan 8 Tahun 2006 perlu ditingkatkan statusnya minimal menjadi Peraturan Pemerintah”, demikian pernyataan Dr (HC) M. Maftuh Basyuni dalam seminar memperingati hari lahir PBM bertema “PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006: Implementasi dan Problematikanya Kini”, yang diselenggarakan Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pada Senin, 21 Maret 2013.

Dalam paparannya, Maftuh mengatakan bahwa dinamika masyarakat yang semakin terbuka berpengaruh pada hubungan antarumat beragama, sehingga interaksi umat beragama pun diperlukan aturan.  Lahirnya PBM setidaknya menjawab itu.  "PBM adalah hasil kearifan, kebersamaan dan kesepakatan antara majelis-majelis agama tingkat Pusat (MUI, PGI, KWI, PHDI, dan WALUBI) dan pemerintah dalam memelihara kerukunan umat beragama", tandas Maftuh.  PBM No.9&8 Tahun 2006 merupakan salah satu bentuk instrumen hukum yang mengacu kepada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menuntut adanya penjabaran yang menjembatani antara kewajiban Pemerintah (Pusat) dan kewajiban pemerintah daerah dalam era otonomi daerah. Mantan Menag tersebut juga mengatakan PBM telah menghasilkan hubungan dan kerukunan antar umat beragama yang secara keseluruhannya jauh lebih baik dari keadaan sebelumnya.

Narasumber lain Prof Dr. H.M. Atho Mudzhar, Guru Besar UIN Jakarta dan salah seorang perumus PBM menyatakan masalah penting yang muncul dari evaluasi implementasi PBM 2006 berdasarkan kajian dan penelitian dari tahun ke tahun ialah soal peran strategis pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota. "Rujukan utama penyusunan PBM 2006 itu adalah Pasal 22 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan tentang tugas daerah dalam pemeliharaan persatuan dan kerukunan nasional, sementara kerukunan umat beragama sendiri adalah salah satu pilar penting bagi kerukunan nasional.  Untuk itu, perlu komitmen kuat semua level pemerintah dari Pusat sampai ke daerah terhadap pelaksanaan PBM", ujar beliau.  Atho juga menambahkan di ulang tahun PBM ketujuh ini, kiranya peran strategis Pemda  perlu dikaji lebih cermat lagi untuk dicarikan jalan keluar. Salah satunya usulnya adalah anjuran penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) atau Peraturan Daerah (Perda) yang mengakomodasi PBM.

Drs. H.M. Yusuf Asry, peneliti utama Puslitbang Kehidupan Keagamaan dalam paparannya berdasarkan hasil riset Puslitbang mengatakan bahwa secara nasional implementasi PBM telah terlaksana dan berkontribusi signifikan terhadap pemeliharaan kerukunan melalui sosialisasi.  Langkah solusi yang diperlukan ialah bagaimana semua pihak memahami dan mengimplementasikan PBM dengan tulus hati didukung kearifan lokal (local wisdom) dan pendekatan budaya. Sementara narasumber selanjutnya DR. Lodewijk Gultom, SH, MH, mengutarakan bahwa  masih terdapat diskriminasi penerapan PBM di daerah oleh Pemda diakibatkan oleh pemahaman yang salah dan nilai yang benar dalam menginterpretasi PBM.

Sementara itu, Kabadan Litbang dan Diklat Prof  Dr. Machasin, MA dalam sambutannya sekaligus membuka acara  secara resmi mengatakan bahwa kegiatan ini penting untuk menjawab sebagian suara masyarakat yang beranggapan bahwa PBM acapkali  menjadi sumber masalah terutama terkait pendirian rumah ibadat.   Tujuan dilakukan kegiatan ini adalah melakukan analisis terhadap pelaksanaan PBM dan merespon pemberitaan media baik media dalam negeri dan asing tentang kondisi Indonesia yang dikabarkan cenderung intoleran.  Seminar ini merupakan critical point terhadap beberapa pihak yang menyatakan bahwa PBM ini seolah-olah bentuk intervensi negara.

Acara seminar ini dihadiri oleh 50 orang peserta yang terdiri dari para pejabat di lingkungan Kementerian Agama, pimpinan Majelis-majelis Agama, pejabat dari Kementerian lain yang terkait, LSM penggiat dialog antarumat beragama, para Peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan serta tim perumus PBM. Acara ini diakhiri dengan diskusi tanya jawab terkait problematika pelaksanaan PBM.  (HB)

 
Problematika Haji Lahirkan Karya-karya Monumental PDF Print Email

Jakarta, 06/03 (Puslitbang 1) - Problematika haji di Indonesia telah melahirkan karya-karya monumental, baik oleh Kementerian Agama, maupun Perguruan Tinggi Islam, dengan berbagai bentuk kajiannya. Di lain pihak, literatur mengenai haji pada masa kolonial serta pengaruhnya terhadap kehidupan keagamaan belum sepenuhnya menjadi referensi Puslitbang Kehidupan Keagamaan. "Oleh karena itu buku ini menjadi penting untuk dibedah”. Demikian diungkapkan oleh Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Prof. Dr. Phil. H.M. Nur Kholis Setiawan, dalam sambutannya saat membuka acara Bedah Buku "Historiografi Haji Indonesia" yang dilaksanakan pada tanggal 6 Maret 2013 di Hotel Millenium Jakarta Pusat.

Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan mengatakan bahwa kegiatan Bedah Buku ini dilakukan sebagai sarana pengkayaan khasanah, metodologis, dan nuansa akademis yang selaras dengan tugas dan fungsi Kementerian Agama terutama Puslitbang Kehidupan Keagamaan. Dalam kesempatan itu beliau juga menyampaikan beberapa kritik terhadap buku tersebut, diantaranya masih terdapat kesalahan ketik dan pengulangan uraian. Oleh karenanya buku ini perlu direvisi  ketika akan dicetak ulang lagi.

Dalam laporan pembukaan acara, Dr. Hj. Kustini selaku Kabid Penelitian dan Pengembangan Aliran dan Pelayanan Kehidupan keagamaan menyatakan bahwa kegiatan bedah buku ini merupakan rangkaian awal dari 6 bedah buku yang akan dibedah oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan. "Kegiatan  ini juga merupakan bagian pengayaan referensi penelitian terkait penelitian tentang haji yang akan dilakukan Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada tahun 2013 bekerja sama dengan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah”, ujar Kustini. Senada dengan apa yang disampaikan Dr. Hj. Kustini, Direktur Pembinaan Haji dan Umrah Drs. H. Ahmad Kartono juga menyatakan bahwa buku ini sangat penting karena dapat menambah khazanah keilmuan tentang perhajian.

Sedangkan Prof. (R) Koeswinarno, M.Hum selaku pembahas buku mengungkapkan bahwa buku "Historiografi Haji Indonesia" bukan hanya buku sejarah, namun dapat pula menjadi bekal pengetahuan tentang pemaknaan ibadah haji. Meskipun demikian, ibadah ritual dalam agama Islam seperti ibadah haji tetaplah memiliki mitos.  “Bagaimanapun agama tetap menemukan mitos-mitosnya, dan mitos semacam ini memiliki fungsi penting bagi pemeluk agama itu sendiri”, ungkap Koeswinarno.

Kegiatan bedah buku ini di hadiri oleh 50 orang undangan yang berasal dari para pimpinan KBIH di Jabotabek, para Kepala Kantor Kemenag Kota dan para penyuluh se-Jabotabek, serta para peneliti di lingkungan Badan Litbang dan Diklat. Acara  ini menghadirkan dua orang pembahas buku yaitu Prof.Dr.Phil.H.M.Nur Kholis Setiawan dan peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan Prof(R). Dr. H. Koeswinarno, M.Hum. Acara ini ditutup oleh Dr. Hj. Kustini dengan harapan bahwa para peserta dapat belajar banyak dari buku ini, termasuk dapat menelurkan kebijakan-kebijakan terkait penyelenggaraan ibadah haji sehingga dapat bermanfaat bagi Badan Litbang dan Diklat serta unit-unit lainnya khususnya di lingkungan Kementerian Agama. (AM)

 
Jusuf Kalla : Kerukunan adalah Tanggung Jawab Bersama PDF Print Email

Jakarta,07/03 (Puslitbang 1) - Toleransi beragama selalu mensyaratkan pemahaman, penghargaan dan penghormatan dari kedua belah pihak dan harus seimbang. "Masing-masing pihak harus punya kesadaran bahwa kerukunan adalah tanggung jawab bersama", demikian diungkapkan Jusuf Kalla, Ketua Dewan Masjid Indonesia saat menjadi narasumber pada acara Launching Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan di Indonesia 2012 yang diselenggarakan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama pada tanggal 7 Maret 2013 di Jakarta.

Jusuf Kalla juga mengungkapkan pendapatnya tentang persoalan perizinan rumah ibadah. “Kita harus bedakan antara soal ibadah dan rumah ibadah. Ibadah sudah pasti hal yang personal  (private) dan bisa dilakukan dimana saja, sementara pendirian rumah ibadah terkait dengan persoalan perizinan sebagai bagian dari tata pengelolaan kota dan itu ada peraturannya. Jadi jangan didramatisir seolah-olah bangsa ini tidak toleran dengan adanya pelarangan satu kasus rumah ibadah, karena yang kita atur pendirian tempat ibadah bukan ibadahnya. Iya, bahwa ada beberapa konflik di negara ini , tapi perlu dicatat semua elemen masyarakat dan pemerintah tentu saja tidak tinggal diam dan kita semua berusaha untuk menyelesaikannya satu persatu", tandas Jusuf Kalla dengan gaya khasnya.

Launching Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan 2012 juga menghadirkan narasumber lainnya yaitu YR. Edy Purwanto Pr (Sekretaris Eksekutif dan Direktur KWI), Slamet Effendi Yusuf (Ketua PBNU dan Ketua MUI) dan Asrori S.Karni (Redaktur Majalah Gatra).

Penyusunan Laporan Tahunan ini sebagaimana dinyatakan oleh Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Prof. Dr. Phil. H.M. Nur Kholis Setiawan bertujuan untuk memberikan informasi, laporan, atau penjelasan tentang kasus-kasus keagamaan yang terjadi sepanjang tahun 2012, untuk 'melengkapi' perspektif lain dari berbagai laporan tahunan yang diterbitkan oleh LSM/institusi lain. Yang tak kalah penting, laporan ini dibutuhkan untuk pengayaan dan pemutakhiran data keagamaan, sebagai bahan dalam pengambilan kebijakan terkait kehidupan keagamaan.

Hal tersebut antara lain didorong oleh banyaknya pertanyaan-pertanyaan krusial dari masyarakat atau institusi non-pemerintah semisal, "Dimana negara saat ada pelanggaran HAM dan intoleransi?, Hadirkah aparat saat ada yang bertikai? Apa yang dilakukan ketika tumbuh aliran-aliran menyimpang? Apa yang dilakukan Pemerintah untuk perbaikan layanan haji? Bagaimana peran negara untuk menjamin kebebasan beragama dan berekspresi di Indonesia?" Laporan Tahunan ini 'menjawab' bahwa negara dan pemerintah hadir dan banyak berperan dalam menangani problematika dan dinamika kehidupan keagamaan. Sejumlah upaya programatik, maupun respon-tanggap kasus aktual, telah dan akan terus dilakukan.

Acara Launching Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan 2012 ini dibuka langsung oleh Prof Dr. H. Machasin, MA, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, dan dihadiri oleh 60 orang peserta yang terdiri dari para pejabat di lingkungan Kementerian Agama, pimpinan Majelis-majelis Agama, pejabat dari Kementerian lain yang terkait, utusan LSM/institusi non pemerintah dan para peneliti Badan Litbang dan Kementerian Agama.

Acara tersebut ditutup dengan beberapa rekomendasi untuk perbaikan lebih lanjut, seperti pentingnya penggunaan data yang berasal dari pengerahan infrastruktur seluruh Kanwil Kemenag di 33 provinsi, pentingnya pengolahan data lebih lanjut atau pembuatan catatan yang membantu pembaca untuk tidak salah memaknai data, serta pentingnya dilakukan pemberdayaan penyuluh di KUA agar dibekali kapasitas dalam resolusi konflik. Kerukunan umat beragama adalah tanggung jawab bersama Pemerintah, Majelis Agama juga LSM. Sinergi kiranya menjadi kata kunci. (EH)

 
Kabadan : Mantapkan Tema-tema Litbang Tahun 2013 PDF Print Email

Jakarta, 22/02 (Puslitbang 1) - "Tema-tema Penelitian dan Pengembangan Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada tahun anggaran 2013 harus lebih dimantapkan dengan mempertimbangkan isu-isu kehidupan keagamaan yang aktual, serta responsif terhadap "request" dari unit-unit Eselon I lain di lingkungan Kementerian Agama". Demikian disampaikan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Prof. Dr. H. Machasin, MA saat membuka kegiatan Evaluasi Kinerja Tahun 2012 dan Pemantapan Program Tahun 2013 Puslitbang Kehidupan Keagamaan di Hotel Horison Bekasi tanggal 20 Februari 2013.

Kepala Badan juga menyampaikan beberapa point of interest yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi Puslitbang Kehidupan Keagamaan, terkait masalah perbedaan paham keagamaan, pelayanan oleh negara terhadap agama-agama di Indonesia, serta kerukunan umat beragama. Penelitian tentang paham keagamaan akan didominasi oleh penelitian tentang perkembangan Syiah di Indonesia, sementara concern penelitian bidang pelayanan adalah bagaimana menemukan model pelayanan keagamaan yang mampu melayani semua agama, termasuk di luar 6 (enam) agama yang dilayani oleh Pemerintah, namun tidak rentan menimbulkan konflik. Isu penelitian di bidang kerukunan masih akan menyoroti tentang hubungan 4 (empat) pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI) dengan kehidupan beragama di Indonesia.

Sementara itu, Sekretaris Badan Litbang dan Diklat, Dr. H.M. Hamdar Arraiyah, M.Ag yang menjadi narasumber dalam sessi Pembinaan Mental Pegawai, mengangkat tema tentang reformasi birokrasi, khususnya tentang perkembangan realisasi remunerasi di Kementerian Agama. Sekretaris menyatakan harapannya bahwa semua pegawai Litbang dapat memberikan kontribusi positif pada penilaian Kementerian Agama untuk reformasi birokrasi, terutama dari segi kehadiran pegawai. Beliau juga menghimbau agar pegawai tidak lupa untuk berdoa sebelum dan sesudah bekerja.

Kegiatan Evaluasi dan Pemantapan ini berlangsung sejak tanggal 20-22 Februari 2013 dan diikuti oleh seluruh pegawai Puslitbang Kehidupan Keagamaan. Selain Kepala serta Sekretaris Badan Litbang dan Diklat, panitia juga menghadirkan narasumber Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan, Prof. Dr. Phil. H.M. Nur Kholis Setiawan serta Kapusbindiklat LIPI, Prof. Dr. Enny Sudarmonowati. Prof. Nur Kholis memaparkan tentang formulasi kebijakan kehidupan keagamaan, sementara Prof. Enny membahas tentang metodologi penelitan dan pengembangan kebijakan dan peraturan jabatan fungsional peneliti. [RNF]

 
<< Start < Prev 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Next > End >>

JPAGE_CURRENT_OF_TOTAL
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.