Cirebon, 25/9 (Puslitbang 1) – Masjid makmur…, hebat! Masjid maju…, dahsyat! Begitulah yel-yel yang disampaikan Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Prof. Dr. H. Dedi Djubaedi, M.Ag saat membuka acara Workshop Pemberdayaan DKM dalam Meningkatkan Kesejahteraan dan Kerukunan Umat Beragama yang diselenggarakan pada tanggal 23 s.d 25 September 2013 di Hotel Permata Hijau Cirebon. Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa selama ini masjid belum dikelola secara profesional dan belum mampu menjadi marketing bagi produk umat Islam serta menghasilkan generasi yang kuat dan maju. “Pengelola DKM harus produktif, kreatif, dan inovatif agar dapat menelurkan masjid yang baik, dari sisi SDM maupun fisiknya”, demikian ujar Kapuslitbang.
Prof. Dr. H. Dedi Djubaedi, M.Ag juga menyampaikan bahwa selama ini masjid masih dikelola secara konvensional, sehingga sudah saatnya dapat dikelola secara lebih modern. Melalui workshop ini Kapuslitbang mengharapkan kepada peserta untuk berfikir secara bebas dan ekstrim sehingga dapat menghasilkan gagasan-gagasan yang produktif dan kreatif yang dapat dijadikan bahan kebijakan bagi Kementerian Agama untuk memakmurkan masjid, lebih-lebih kota Cirebon dikenal sebagai Kota Wali.
Sementara itu, Dr. Imam Ad Daruqutni, Sekjen Dewan Masjid Indonesia, yang menjadi salah satu narasumber workshop tersebut juga menyampaikan potensi keberadaan masjid. “Masjid sebagai unsur yang sangat penting dalam masyarakat Islam, sesungguhnya mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih banyak dan luas”, ucap Imam. Selain fungsinya sebagai tempat ibadah ritual, masjid dapat menjadi pusat persemakmuran masyarakat (Community Centre) karena ia menjadi tempat berkumpul para jamaah dari berbagai komunitas yang berasal dari beragam suku, bahasa, adat, maupun tingkatan strata ekonomi. Lebih dalam lagi, masjid juga dapat berfungsi sebagai agen perubahan (agent of change) dalam meningkat kesejahteraan jamaahnya sehingga terjadi integrasi antara jamaah untuk memakmurkan masjid.
Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI dengan IAIN Syekh Nurjati Cirebon, dan dihadiri oleh 50 orang peserta terdiri dari para Kepala KUA dan Pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) se-Wilayah Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan. (AM) |
|
Serang, 13/09 (NU Online) - Bagi masyarakat Banten, kerukunan hidup bermasyarakat antar umat beragama bukanlah perkara baru. Masyarakat Banten telah mengenal dan mengajarkan dan mempraktekkan toleransi hidup sejah ratusan tahun sebelum Indonesia merdeka.
Hingga kini, toleransi antar umat beragama dalam kehidupan kemasyarakatan terus dijaga dan dilestarikan dengan baik oleh masyarakat Banten. Demikian dinyatakan oleh Ketua MUI Propinsi Banten AM Romly dalam Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Daerah dan Pusat di Propinsi Banten, Serang, Kamis (12/9).
Menurut Romly, kerukunan hidup bermasyarakan antar umat beragama di Banten bukan sekedar basa-basi saja, melainkan diaplikasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari. masyarakat Banten telah mentradisikan tolong menolong tanpa memandang perbedaan suku dan agama.
"Jangankan dalam kehidupan sosial, bahkan dalam kehidupan keagamaan pun, masyarakat yang berbeda agama bisa saling membantu. Hal ini misalnya terjadi saat Masjid Agung Serang dibangun. Beberapa kelompok masyarakat beragama lain, turut menyumbangkan dana untuk pembangunan Masjid tanpa diminta oleh panitia," tutur Romly.
Lebih lanjut Romly menjelaskan, Masyarakat Banten adalah masyarakat yang terbuka, plural dan cinta damai. Sedangkan konflik-konflik keagamaan yang terjadi di Banten lebih banyak dilakukan oleh orang-orang dari luar, bukan penduduk setempat.
Sementara itu Pendeta Benny Halim dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Propinsi Banten juga menyampaikan hal serupa. Menurut Benny, masyarakat Banten adalam masyarakat majemuk yang teriri dari berbagai suku dan etnik yang telah hidup rukun damai sejak lama.
"Banten yang memiliki sejarah sebagai kota Bandar adalah wilayah dengan persebaran pendukuk multikultur yang cukup merata tingkat perbedaan etnik dan agamanya. Namun semuanya selalu hidup tenteram dan rukun," tandasnya.
Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Daerah dan Pusat di Propinsi Banten ini digelar selama lima hari (10-14/9) di Kota Serang dan Kebupaten Tangerang. Selain Dialog dan pemaparan kondisi keagamaan, kegiatan ini juga diisi dengan kunjungan ke tempat-tempat ibadah semua agama di propinsi Banten dan Kabupaten Tangerang. (SA) |
Serang, 11/9 (NU Online) - Adagium yang sering dikumandangkan oleh banyak orang bahwa setelah orang-orang terdidik maka agama akan hilang ternyata tidak berlaku di Indonesia. Buktinya hingga saat ini, agama masih menjadi faktor yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang terdidik dan pintar.
Demikian dinyatakan oleh Kepala Badan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. Machasin saat membuka Acara Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Pusat dan Daerah di Propinsi Banten yang digelar di Serang, Selasa (10/9). Menurut Machasin Agama tetap menjadi faktor yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sampai kapan pun.
"Agama tetap faktor penting dalam kehidupan kita, karenanya para tokoh agama adalah juga orang-orang penting dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Bukan hanya di Indonesia, tetapi di seluruh negara-negara yang memiliki latar belakang kultur agama yang kuat," tutur pria asal Yogyakarta ini.
Lebih lanjut Machasin menjelaskan, Keanekaragaman kepercayaan dan agama yang dimiliki dan diakui oleh Negara adalah modal dasar bagi bangsa Indonesia untuk meraih cita-citanya sebagai bangsa besar yang berperadaban tinggi. Karenanya, keanekaragaman agama dan budaya haruslah dipelihara sebagai potensi penting penunjang kemajuan bangsa.
"Kita punya banyak hal yang berwarna-warni. Perbedaan adalah hal yang biasa dan tidak perlu dicoba untuk dihilangkan. Tidak perlu ada upaya-upaya untuk memaksakan keyakinan dan agama oleh seseorang kepada orang lain yang berbeda keyakinan," tandas Machasin.
Dalam Sambutan pembukaannya, Machasin menjelaskan, Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Pusat dan Daerah di Propinsi Banten ini merupakan rangkaian acara yang diselenggarakan Kementerian Agama untuk menjaring aspirasi dan melancarkan komunikasi dengan para pemuka masing-masing agama di daerah di mana Banten menjadi Propinsi yang ke-32 yang ditempati.
Acara yang digelar selama lima hari hingga Sabtu ini diikuti oleh 30 orang perwakilan tokoh-tokoh agama dari Pusat dan seratusan tokoh-tokoh agama daerah yang mewakili masing-masing kabupaten/kota di Propinsi Banten. (SA) |
Jumat,12/7 (Puslitbang 1) “Hasil-hasil penelitian ini penting selain untuk memahami dinamika agama/keyakinan (selain enam agama mayoritas) di Indonesia juga untuk memaksimalkan pelayanan dibidang keagamaan maupun administrasi kependudukan”, demikian disampaikan oleh Hj. Kustini Kabid Aliran dan Pelayanan Keagamaan Puslitbang Kehidupan Keagamaan selaku koordinator kegiatan seminar. Pernyataan tersebut disampaikan dalam kegiatan seminar tentang Dinamika Agama Lokal yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2013, bertempat di Hotel Millenium, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Hadir dalam kegiatan yang digagas oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tersebut para pejabat di lingkungan Kementerian Agama yaitu dari Badan Litbang dan Diklat dan Ditjen Bimas Islam, pengurus ormas Islam, para akademisi dari UI dan UIN, serta peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan. Sedangkan Narasumber yang hadir adalah antara lain: Prof. DR. M. Hisam, Dr. Rumadi, dan Prof. Dr. Phil. Nur Kholis Setiawan.
Saat pembukaan kegiatan Prof. Dr. Dedi Jubaedi Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan dalam sambutannya menyatakan bahwa seminar tentang Dinamika Penganut Agama/Keyakinan (Selain Enam Agama Mayoritas) di Indonesia ini penting dan sejalan dengan tugas Puslitbang karena dimaksudkan untuk mengidentifikasi persoalan-persoalan yang dihadapi para pemeluk agama/ keyakinan (selain enam agama mayoritas) di Indonesia khususnya dalam hal pelayanan hak-hak sipil, dan menciptakan suasana saling menghormati terhadap perbedaan antar pemeluk agama/ keyakinan, sehingga ada kedamaian diantara para pemeluk agama/ keyakinan yang ada di Indonesia”.
Dalam seminar tersebut disampaikan oleh para peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan beberapa dinamika agama lokal antara lain: Agama Merapu di Sumba, Kepercayaan Kasepuhan di Halimun Sukabumi, Agama/Kepercayaan Buhun di Bekasi, Kepercayaan Komunitas Kampung Dukuh di Garut, Komunitas Baduy di Kanekes, dan Komunitas Islam Wetu Tilu Dusun Sigenter Sukadana di Lombok.
Para peneliti yang menyampaikan hasil penelitian dalam seminar tersebut umumnya menyampaikan bahwa penganut agama-agama lokal tesebut hingga saat masih eksis, faham yang diwariskan oleh nenek moyang mereka efektif dalam memelihara kerukunan, dan kontributif bagi harmoni sosial dan kesejahteraan para pengatut kepercayaan, baik yang ada di komunitas mereka maupun di luar komunitasnya. Pemerintah Daerah juga dianggap tidak memberikan perlakuan yang relative baik, tidak diskriminatif dalam pelayanan dibidang keagamaan maupun administrasi kependudukan kepada mereka. (AJW) |
Pejabat Pembuat Komitmen Puslitbang Kehidupan Keagamaan telah menetapkan 15 Pemenang Penelitian Kompetitif Kehidupan Keagamaan Tahun 2013. Lihat pengumuman lengkapnya disini. |
|
|
<< Start < Prev 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Next > End >>
|
JPAGE_CURRENT_OF_TOTAL |