Home /  Berita
Pembinaan Muallaf Belum Terstruktur PDF Print Email

Cipayung Bogor, 30/11 (Puslitbang 1) - “Isu pendampingan muallaf memang sepertinya tidak menjadi isu keagamaan yang populer, namun demikian kajian terhadap muallaf ini menarik dan penting untuk dilakukan, karena sampai saat ini belum ada modul atau panduan pendampingan muallaf yang terstruktur” demikian pernyataan.Dr. Hj. Kustini, M.Si mewakili Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia dalam pembukaan kegiatan Semiloka Pembuatan Modul Pendampingan Muallaf bagi Mubaligh/Mubalighah.

Kegiatan Semiloka Pembuatan Modul Pendampingan Muallaf bagi Mubaligh/Mubalighah ini diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI bekerja sama dengan Yayasan Khazanah Bangsaku. Kegiatan dimulai sejak  30 November 2013 sd 2 Desember 2013 bertempat di Hotel Purnama Puncak Bogor.

Kegiatan ini diikuti oleh 50 Orang terdiri dari utusan penyuluh agama Islam, Mubaligh, Kelompok Muallaf dan utusan beberapa kampus (UIN Ciputat, PTIQ, IIQ, UIJ, STAINU). Hadir sebagai pembicara dalam kegiatan ini yaitu Drs. KH. Mukhtar Ilyas (Peneliti Puslitbang sekaligus mantan Direktur Urusan Agama Islam Kemenag), Kodiran Salim (Humas Himpunan Bina Muallaf Indonesia), Andi Rahman, MA (Praktisi), Dr. Thobib Al-Asyhar (Akademisi) dan Kholid Syaerazi (Sekjen PP ISNU).

Mukhtar Ilyas selaku narasumber dalam ceramahnya menyampaikan bahwa dalam pembinaan muallaf yang utama dan pertama ditanamkan adalah berkaitan dengan aqidah, hal ini berdasarkan pengalaman Rasulullah ketika mensyiarkan agama Islam. Rasulullah berdakwah kepada ummatnya didahului dengan penguatan keimanan dan moral selama lebih dari 10 tahun, ketika itu belum ada perintah shalat, zakat, juga puasa, apalagi haji. Setelah itu baru dilakukan pembinaan ibadah atau fiqh.

Narasumber lainnya, Andi Rahman menyampaikan bahwa dakwah harus dilakukan untuk tiga hal yaitu; mengenalkan Islam kepada yang bukan beragama Islam,  menguatkan aqidah umat muslim, dan menjaga keutuhan NKRI.  Sementara Thobib al-Anshori menyampaikan dalam melakukan pendampingan terhadap muallaf harus memperhatikan psikologis muallaf, karena permasalahan muallaf yang paling dirasakan adalah soal psikologis dalam keluarga dan lingkungan. Sedangkan Kholid Syareazi yang tampil disesi akhir menyampaikan bahwa pendampingan muallaf dapat dialakukan dengan beberapa pendekatan misalnya pendekatan ekonomi/kesejahteraan, pendekatan politik/keamanan dan pendekatan wawasan.

Setelah pemaparan materi oleh para narasumber, kegiatan dilanjutkan dengan pengarahan oleh fasilitator dan diskusi kelompok (FGD), sebagai output dari kegiatan ini adalah terbentuknya draft “Modul Pendampingan Muallaf Bagi Mubaligh/Mubalighah”. Modul ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam penyelenggaraan Workshop Pendampingan Muallaf bagi Mubaligh/Mubalighah, baik mubaligh yang berada di bawah naungan Kementerian Agama (Penyuluh Agama Islam) maupun mubaligh pada umumnya. (AJW)

 
Training Penguatan Kapasitas Anggota FKUB Jambi PDF Print Email

Jambi,21/11 (Puslitbang 1) - “Toleransi, damai! FKUB Jambi, yes!” Yel-yel ini sesekali menggema di salahsatu ruang Hotel Novita, Jambi. Suara serempak ini diteriakkan 25 anggota FKUB Provinsi Jambi, Kota Jambi, dan Kabupaten Muaro Jambi, yang meski umumnya tak lagi muda namun tetap semangat dan ceria. Mereka sedang mengikuti training penguatan kapasitas anggota FKUB yang digelar Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada 18-20 November 2013 di Jambi. Kegiatan ini, seperti dijelaskan koordinatornya, H. Ibnu Hasan, dimaksudkan untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan para anggota FKUB, khususnya terkait kerukunan, regulasi, dan resolusi konflik.

Training dengan pendekatan andragogik ini dipandu oleh dua fasilitator, H. Yusuf Asry dari Puslitbang Kehidupan Keagamaan dan Badrus Samsul Fata dari The Wahid Institute. Kegiatan ini merupakan kerjasama Puslitbang dengan The Wahid Institute, sebagai tindak lanjut dari proyek penyusunan modul Penguatan Kapasitas FKUB tahun 2012 lalu. Seperti diketahui, banyak pihak berpendapat bahwa banyak FKUB masih belum berdaya, sehingga perlu penguatan dari sisi kelem¬bagaan maupun kapasitas anggotanya.

Setelah pembukaan, komunikasi peserta dicairkan dengan sesi ice breaking dan dinamika kelompok. Peserta yang terdiri dari tiga FKUB (masing-masing 7 orang) serta perwakilan pemuda dari HMI, PMII, dan OKP perempuan ini dibuat relaks dan berbaur. Tampak tak ada lagi sekat tua-muda, beda agama, ataupun ketua-anggota. Lalu, sesi malam diisi dengan pencermatan dan koreksi substansi modul, sebagai salahsatu goal yang diharapkan training/workshop ini.

Esoknya, Prof. Ridwan Lubis mempesona peserta dengan materi “Keragaman, Toleransi, dan Kerukunan”. Sebagai salahsatu ‘bidan’ kelahiran PBM, serta pengalamannya di bidang kerukunan, beliau tampak sangat fasih menjelaskan dan menjawab setiap pertanyaan peserta. Lalu, Prof. Dedi Djubaedi menye-garkan peserta dengan materi strategi kerukunan berbalut joke-joke khasnya. Peserta tampak puas menikmati ilustrasi dan guyon Pak Kapus ini yang tetap dikontekskan pada nilai-nilai kerukunan. Materi tentang regulasi kerukunan lalu disampaikan H. Ibnu Hasan Muchtar, mulai dari UUD 1945 hingga PBM.

Pascarehat siang, Mas Subhi Azhari menyuguhkan paparan tentang teknik pendataan isu keagamaan. Sebuah bekal praktis bagi anggota FKUB dalam merekam isu-isu keagamaan dan aktivitas perannya. Lalu disambung Mas Alamsyah M. Djafar yang memaparkan peran media untuk kerukunan. Media sosial baru seperti twitter dan facebook turut diperkenalkan sebagai wahana strategi pemeliharaan kerukunan. Malamnya, Pak Rumadi Ahmad menyam-paikan refleksi atas strategi memelihara kerukunan selama ini.

Di hari terakhir, peserta disuguhi paparan hasil riset tentang peta kerukunan di Indonesia, yang menempatkan Jambi sebagai daerah yang cukup harmonis meski memiliki sejumlah potensi konflik laten. Pak Yusuf Asry memaparkannya, disertai sejumlah hasil temuan riset terkait bina damai. Bahwa sejatinya lebih banyak daerah yang damai dan rukun, tidak seperti pemberitaan yang terkesan menggambarkan sisi-gelap kerukunan dengan sejumlah intoleransi. Sesi dilanjutkan dengan dinaika kelompok “kerjasama”. Peserta dibuat penasaran dan pusing dengan puzzle bujursangkar, yang bertujuan mendorong semua pihak bekerja sama, sekaligus melihat karakter pribadinya.

Jelang siang, acara ditutup dengan acara seremoni dan foto bersama. Kesan pesan yang disampaikan salahsatu peserta, Pak Wang Suwandi, menegaskan nilai pentingnya acara semacam ini. Pak Wang bahkan mengharapkan kegiatan seperti ini dilanjutkan ke anggota FKUB-FKUB lainnya, termasuk pelibatan kalangan muda. Tampak peserta puas dan mendapat manfaat dari acara ini.

Kondisi belum optimalnya peran FKUB tidak akan membaik hanya dengan dibicarakan atau dikeluhkan, melainkan diperbaiki dengan sejumlah upaya penguatan. Training semacam ini, dengan berbekal modul yang memandu, memang menjadi salahsatu pilihan strategis penguatan kapasitas anggota FKUB. FKUB kian berdaya, kerukunan kian terpelihara. [asr]

 
Buku Humanisme Gus Dur : Pergumulan Islam dan Kemanusiaan PDF Print Email

Jakarta,14/11 (Puslitbang 1) - Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada hari Selasa, tanggal 12 Nov 2013 melaksanakan kegiatan bedah buku dengan judul “Humansime Gus Dur; Pergumulan Islam dan Kemanusiaan”, buku karya  Syaiful Arif yang diterbitkan oleh Arruz Media Yogyakarta ini dibedah oleh Prof.Dr. H. Dedi Djubaedi, M.Ag dan Dr. H. Abdul Aziz, MA. Acara yang dilaksanakan di Hotel Akmani Jakarta ini dibuka oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. Dr. H. Machasin, MA. Dalam sambutannya Prof. Machasin menyatakan  bahwa nilai humanisme hakekatnya sudah terkandung dalam ajaran Islam. Namun, meurut Prof. Machasin, dalam praktiknya kita cenderung lupa akan sisi humanisme itu. Untuk itu buku ini mengingatkan kita bahwa dalam menjalankan nilai agama Islam prinsipnya sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Prof.Dr. H. Dedi Djubaedi, M.Ag, sebagai pembedah pertama, dalam paparannya mengapresiasi penulis sebagai seorang “Gus Durian” yang telah berhasil mensistemasi pemikiran-pemikiran Gus Dur yang didapatkan dari tulisan Gus Dur selama hayatnya. Prof. Dr. H, Dedi Djuabedi, M.Ag memberi kritik terhadap penulis bahwa hampir tidak ditemukan analisis kritis mengenai pemikiran Gus Dur sehingga dikhawatirkan penulis cenderung berfikir subjektif. Selanjutnya Dr. H. Abdul Aziz, MA sebagai pembedah ke-dua memaparkan bahwa secara rasional dan mendasar buku ini menjelaskan atas sejumlah pemikiran kontroversial Gus Dur yang sering dipahami secara tidak tepat oleh banyak pihak. “Kandungan buku mencakup dua pemahaman yaitu  jalinan struktural dalam pemikiran Gus Dur, dan humanisme dalam pemikiran Gus Dur", ungkap  Abdul Aziz. Salah satu kelemahan dalam buku, lanjut Abdul Aziz, adalah penulis alpa menyebut metodologi apa yang digunakannya untuk menganalisis teks-teks pemikiran Gus Dur. Akan tetapi penulis telah berhasil menemukan benang dari pemikiran-pemikiran Gus Dur yang terserak yakni humanisme.

Acara bedah buku Humanisme Gus Dur ini merupakan acara bedah buku angkatan keempat dari enam angkatan kegiatan bedah buku yang diprogramkan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada tahun 2013. Acara dihadiri sekitar 50 orang peserta terdiri dari para pejabat dan peneliti Balitbang dan Diklat Kementerian Agama, pimpinan ormas keagamaan, unsur perguruan tinggi maupun instansi terkait lainnya (AN)

 
Dari Sentul untuk FKUB Bogor-Bekasi PDF Print Email

Bogor, 4/11 (Puslitbang 1) - Bukan tentang F1, A1, atau balapan mobil cepat, ini tentang pemer-kuatan kapasitas anggota FKUB, bertempat di Hotel Lor In Sentul, Bogor, tepat di seberang sirkuit Sentul Bogor. Di sini, pada 1-3 November 2013 lalu Puslitbang Kehidupan Keagamaan bersama The Wahid Institute menggelar workshop/training penguatan kapasitas anggota FKUB. Pesertanya 30 pengurus FKUB dari Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bogor, serta perwakilan mahasiswa. Selama tiga hari mereka berbaur dan larut dalam training yang difasilitatori H. Yusuf Asry dan Badrus Samsul Fata ini.

Acara training dibuka oleh Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Prof. Dr. Dedi Djubaedi. Dalam sambutannya, beliau menegaskan bahwa kegiatan ini sebagai upaya penguatan kapasitas anggota FKUB, dimana selama ini banyak pendapat yang menyorot belum optimalnya peran FKUB. Kegiatan ini, selain dalam kerangka penyempurnaan modul, juga untuk menambah wawasan dan mengembangkan keterampilan para anggota FKUB dalam memenuhi tugasnya.

Setelah dibuka, acara dilanjutkan dengan perkenalan peserta dan orientasi pelatihan. Pak Kapus dan dua fasilitator tampak berhasil memukau dan membuat peserta saling berkomunikasi dan akrab satu sama lain. Meski umumnya anggota FKUB telah cukup berusia, namun mereka tetap semangat dan aktif terlibat dalam acara ini. Keakraban diantara peserta mulai terbangun pascasesi ini.

Kegiatan yang dikemas dengan pendekatan andragogik ini, berisi sejumlah sesi materi peningkatan wawasan dan keterampilan, serta diskusi dinamika kelompok. Materi disampaikan sejumlah narasumber dari Puslitbang Kementerian Agama dan The Wahid Institute. Materi itu antara lain tentang filosofi kerukunan, toleransi, FKUB, PBM, strategi pemeliharaan kerukunan, pemanfaatn media, resolusi konflik, dan bina damai.

Fasilitator memastikan keaktifan dan efektivitas pelatihan ini dengan mereview materi dan dinamisasi forum. Interaksi antarpeserta juga sangat ditekankan. Tak heran jika sesekali peserta diajak untuk bermain peran atau game tertentu untuk mendorong kerjasama. Hasilnya memang tampak, bahwa diantara peserta tak lagi ada sekat antara ketua dan anggota, antara tua dan muda, kondisi tampak egaliter. Diskusi-diskusi juga tampak dinamis. Sesi ‘curhat’ pengalaman peserta dan “nonton bareng” tampak pula memberikan inspirasi dan pelajaran diantara mereka. Mereka tampak antusias!

Pelatihan ini telah meningkatkan wawasan dan keterampilan para peserta. Sejumlah Rencana Tindak Lanjut (RTL) telah pula disusun oleh peserta, untuk diimple¬mentasikan kemudian. Pertemuan Sentul ini mendorong para anggota FKUB Bogor dan Bekasi untuk semakin optimal berperanan. Semoga semangat Sentul terus berkobar dalam sirkuit FKUB yang lebih luas! [asr]

 
Semua Agama Memiliki Tata Nilai terkait Pengelolaan Lingkungan PDF Print Email

Manado, 7/10 (Puslitbang 1) - “Semua agama memiliki tata nilai yang mengatur tentang pemeliharaan lingkungan. Untuk itu, saat ini agama diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mendorong manusia untuk aktif dalam menjaga dan memelihara  lingkungan, khususnya di Kota Manado yang sudah dicanangkan sebagai Kota Eko Wisata”, demikian pernyataan Kepala Kankemanag Kota Manado dalam pembukaan kegiatan Workshop Uji Modul Pemeliharaan Lingkungan oleh Komunitas Agama dengan Pendekatan Participatory Action Research (PAR) di Hotel Arya Duta Manado. Kegiatan workshop ini diprakarsai oleh  Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama bekerjasama dengan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) dan dilaksanakan selama 4 hari yaitu sejak tgl 7-10 Oktober 2013.

Sementara itu menurut Abdul Jamil, S. Ag, M.Si ketua pelaksana kegiatan mengatakan “Kegiatan workshop pengelolaan lingkungan berbasis agama ini penting dilaksanakan, karena agama selama ini belum dianggap sebagai tata nilai yang juga mengatur hubungan dan tanggung jawab mereka dengan lingkungan. Oleh karena itu tidak heran jika akhirnya pengetahuan dan sikap masyarakat di Indonesia begitu eksploitatif terhadap lingkungan”.

Kegiatan workshop tersebut dihadiri oleh 30 orang peserta yang terdiri dari: Penyuluh Agama muslim dan non muslim, pimpinan majelis taklim, penyuluh/tokoh agama non muslim, pimpinan pesantren, pimpinan ormas keagamaan, unsur kemenag kab/kota Manado. Sedangkan Narasumber kegiatan adalah 6 orang yaiutu 4 orang dari pusat yaitu para aktivis lingkungan dari LPBINU, sedangkan dari daerah adalah tokoh agama Kota Manado yaitu Dr. dr. Taufiq Pasya, M.Pd, M.Kes. (sekretaris MUI Provinsi Sulawesi Utara) dan kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Manado yaitu Drs. Josua Pangkerego, MAP.

Para peserta merespon positif kegiatan tersebut, mereka juga sangat antusias mengikuti kegiatan. Menurut mereka, workshop semacam ini baru pertama kali mereka ikuti, mereka sangat senang karena mendapatkan pemahaman yang baru, baik substansi/materi workshop yaitu isu tentang agama dan lingkungan, maupun metode yang digunakan yaitu participatory action research (PAR). Kegiatan workshop tersebut disamping dilakukan di dalam ruangan juga dilakukan praktek lapangan yaitu di desa Bailang Kecamatan Bunaken Kota Manado dengan melakukan praktik pendekatan participatory action research melalui wawancara dengan masyarakat dan observasi lingkungan di desa Bailang. (AJW)

 
<< Start < Prev 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Next > End >>

JPAGE_CURRENT_OF_TOTAL
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.