HomeBeritaKUB /  Kemenag Bantah Anggapan Agama Hambat Kemajuan Ekonomi
Kemenag Bantah Anggapan Agama Hambat Kemajuan Ekonomi PDF Print Email

Abdur Rahman Mas'ud mengakui, bahwa telah banyak ahli sosial yang mengkaji hubungan antara agama dengan kemajuan ekonomi atau dengan kemiskinan misalnya Max Weber dan Trevor Roper hingga Quraish Shihab.

Di India misalnya, berkembang pendapat bahwa ajaran Hindu tentang kasta menyulitkan orang berpindah dari satu posisi sosial ke posisi sosial lainnya serta menyulitkan berinteraksi antarkasta  sehingga menghambat kemajuan ekonomi.

Tetapi pengamatan ini terbantah ketika orang-orang Hindu merantau ke Malaysia yang justru menjadi saudagar-saudagar yang berhasil, ujarnya.

Agama Buddha juga dinilai hanya mendorong pada pembelanjaan konsumtif bukan mendorong investasi, karena ajarannya tentang "dana" sosial (charity) membangun pagoda, membiayai ritual inisiasi anak dan pemberian ke rahib untuk meraih pahala tertinggi.

Penilaian ini terbantah karena setelah dihitung dengan cermat ternyata pengeluaran mereka untuk "dana" tak sampai 10 persen dari pendapatan, ujar Abdur Rahman Mas'ud.

Orang Islam di Malaysia, dulu pernah dianggap tak akan bisa maju karena ajaran mereka "jabariah" atau fatalistik yang pasrah total kepada Tuhan, ditandai dengan kemalasan. Demikian pula Islam Jawa yang boros dan konsumtif dalam melakukan berbagai "selametan".

"Tapi kaitan ini terbantahkan dengan mengamati orang Islam di Afrika Selatan yang perantau ternyata sangat gigih dalam bekerja sehingga menjadi pedagang yang sukses dan menjadi penggerak ekonomi Afrika Selatan," katanya.

Demikian pula tesis Weber tentang Etika Protestan yang mendorong kemajuan ekonomi dan kapitalisme namun dibantah oleh Roper yang mengatakan bahwa nilai kapitalisme bukan berasal dari ajaran Calvinisme tetapi karena keadaan mereka sebagai perantau (migran) sehingga memiliki etos kerja tinggi.

Ia menambahkan, bahwa dari berbagai studi, sulit mengatakan bahwa agama adalah pendorong atau penghambat kemajuan ekonomi. Sebaliknya, etos perantau yang tampaknya justru menjadi faktor penentu.

"Perantau adalah orang-orang pilihan secara alami yang berani menghadapi tantangan, dipaksa oleh kondisi di tempat baru untuk bekerja keras dan secara demografik kaum perantau merupakan orang-orang dalam usia produktif," katanya.

Namun, ia juga menambahkan, bahwa ajaran Islam memberantas kemiskinan dengan berzakat serta nilai-nilai yang mengharuskan berjuang dan kerja keras, justru  bisa mendorong kemajuan ekonomi.

 
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.