HomeBeritageneral /  Umat Islam Diminta Segera Bangun Ekonomi Umat
Umat Islam Diminta Segera Bangun Ekonomi Umat PDF Print Email

Hadir dalam dialog tersebut dari berbagai unsur ormas Islam, seperti dari  Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah, Lembaga Perekonomian PB Nahdlatul Ulama (NU), DPP Front Pembela Islam, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), DPP Dewan Masjid Indonesia, DPP Mathla'ul Anwar, DPP Persatuan Islam (Persis),  DPP Persatuan  Tarbiyah Islamiyah, dan DPP Persatuan Islam Tionghoa Indonesia.

Hadir pula anggota Komisi VIII DPR RI Rahman Amin, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau Prof Dr Mujahiddin, Ketua MUI Bidang Ekonomi Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Dr Aries Mufti serta sejumlah pejabat dan peneliti dari Puslitbang Kemenag.

"Kami ibaratkan potongan warna-warni yang bila dirajut akan membuat hidup kita lebih berwarna. Dengan sedikit rasa seni,  warna-warna tersebut dapat dikombinasikan sedemikian rupa sehingga kelemahan warna yang satu akan tertutupi dengan kekuatan warna yang lain, sehingga ormas yang bermacam-macam itu akan menjadi suatu kekuatan yang sangat dahsyat," katanya.

Kekuatan itu, lanjut dia, dapat digunakan untuk melakukan kerja-kerja sosial dan keagamaan yang lebih besar dibanding sebelumnya dan akan bermanfaat dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi rakyat.

Atho juga mengakui, etos wiraswasta umat Islam masih lemah dan tidak terbiasa hidup tertantang untuk memeras otak  memutar aset ekonomi yang ada serta masih menganggap dunia enterpreneurship memiliki resiko kerugian yang perlu dihindari. Menurut dia, sudah saatnya umat Islam mulai bekerja keras dalam pengembangan usaha mikro dan kecil (UMK) dengan memanfaatkan lembaga keuangan syariah.

Menurut data Bank Indonesia, sampai akhir 2008 pembiayaan yang diberikan bank syariah dalam upaya mengembangkan UMK mencapai angka 27,13 persen, ujarnya. "Itu jumlah yang besar. Tapi seberapa besarkah dukungan lembaga keagamaan dan ormas Islam memperbesar aset bank syariah dan memanfaatkan pembiayaan bank syariah melalui skim-skim dan produk sesuai syariah?"katanya dalam nada ragu.

 

SAMBUTAN

KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA RI

PADA ACARA PEMBUKAAN

DIALOG PENGEMBANGAN WAWASAN MULTIKULTURAL ANTARA

PIMPINAN PUSAT DAN DAERAH INTERN AGAMA ISLAM

DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Tanggal 13 s.d. 17 Juli 2010

 

 Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu`alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh,

 

Yang kami hormati:

Gubernur Provinsi Kalimantan Barat atau yang mewakili,

Kepala Kantor Wilayah dan para pejabat Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat,

Para Pemakalah,

Para Pimpinan Pusat dan Daerah intern agama Islam, serta

Para Peserta yang berbahagia.

             Mengawali sambutan ini, pertama-tama kami ingin mengajak kita semua un­tuk senantiasa me­man­jatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kua­sa, atas segala curahan nikmat dan karunia-Nya yang tiada terhingga. Sebab, ha­nya atas karunia-Nya pula, pada hari, kita dapat berkumpul dan bersilaturrahim di tempat ini da­lam suasana yang penuh dengan kesejukan dan keakraban. Dan, dalam suasana yang demikian itu, kita bersama-sama akan mengikuti acara pembukaan ke­giatan Dia­log Pengembangan Wawasan Multikultural  Antar Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Provinsi Kalimantan Barat. Sebuah kegiatan yang kami anggap penting, sebab dapat dijadikan sebagai jembatan penghubung bagi para pim­pinan ormas Islam pusat dan daerah dalam menyatukan visi bersama guna mening­katkan dan mengembangkan wawasan multikultural di kalangan umat Islam sebagai salah satu pondasi penting pemeliharaan kerukunan umat beragama.

Secara lebih rinci, kegiatan dialog ini bertujuan antara lain: Pertama, memba­ngun jembatan komunikasi yang lebih intensif antar pimpinan ormas-ormas Islam pu­sat dan daerah dalam rangka menyatukan visi pengembangan wawasan multikultural di kalangan umat Islam. Kedua, menumbuhkan sikap saling pengertian, menghargai, toleransi, mempercayai, dan keinginan bekerjasama di antara pimpinan ormas-ormas Islam pusat dan daerah. Ketiga, menggali dan menginventarisasi berbagai persoalan lokal yang dianggap berpotensi mendorong, mendu­kung, dan mengembangkan keru­kunan intern umat Islam dan yang berpotensi mengurangi serta menghambat keru­kunan intern umat Islam. Dan keempat, menyatukan visi dan misi bersama para pim­pinan or­mas-ormas Islam pusat dan daerah dalam rangka mengemban tanggung ja­wab peningkatan kualitas umat Islam, khususnya dalam pengembangan wawasan multikultural dan pengembangan jaringan bagi pengentasan kemiskinan, kebodohan serta potensi ekonomi umat.

Saudara-saudara sekalian yang kami hormati,

Tema kegiatan ini adalah Merajut Mozaik Keragaman Melalui Pengembangan Potensi Keumatan. Tema ini mengajak kita untuk merenungkan bersama bahwa per­bedaan yang ada di antara kita hendaknya disikapi secara arif dan bijaksana. Bukan masanya lagi perbe­daan dijadikan sebagai alasan perseteruan antara kita, tetapi se­harusnya perbedaan menjadi kekuatan positif bagi terciptanya sinergi yang in­dah di antara kita. Perbedaan adalah mozaik, yaitu potongan warna-warni yang bila dirajut akan membuat hidup kita lebih berwarna.

Berbagai ormas Islam yang tumbuh dan berkembang saat ini di Indonesia, ka­mi iba­ratkan potongan warna-warni itu, ada yang merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan lain sebagainya. Para ahli warna menilai bahwa masing-masing warna tersebut mempunyai kekuatan dan kele­mahannya sendiri-sendiri. Namun, dengan sedikit rasa seni, warna-warna tersebut akan dapat dikombinasikan sedemikian rupa sehingga ke­lemahan warna yang satu akan tertutupi dengan kekuatan warna yang lain. Mozaik indah akan tercipta. Ormas Islam yang bermacam-macam itu akan menjadi sebuah kekuatan yang sangat dahsyat. Kekuatan itu dapat digunakan untuk melakukan kerja-kerja sosial dan keagamaan yang lebih besar dibandingkan sebelumnya.

Salah satu yang sangat ditunggu oleh umat adalah kerja-kerja sosial dan ke­agamaan ormas-ormas Islam dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pemberda­yaan ekonomi kerakyatan. Mengapa demikian? Sebab, fenomena kemiskinan pada sebagian besar umat Islam di negeri kita masih terlihat dengan jelas. Setidaknya da­lam  mempertahankan kelangsungan hidup, banyak dari mereka yang hanya  menjual keringat mereka dengan harga yang sangat rendah. Faktor fisik mereka hampir meru­pakan satu-satunya modal untuk dihargai sebagai human capital. Massa miskin men­jadi sangat bergantung pada “budi baik” pengusaha dan pemilik-pemilik modal. Aki­batnya, timbullah hubungan patron-klien yang menempatkan massa miskin sebagai pihak yang selalu dikalahkan. Demikian pula para petani kecil dan petani penggarap di pedesaan. Pendapatan mereka yang kecil belum mampu mendukung kebutuhan ekonomi mereka untuk hidup secara wajar.

Dalam masalah SDM, harus diakui bahwa tingkat pendidikan umat Islam masih jauh dari apa yang diharapkan. Bagaimana umat Islam, terutama di pedesaan, akan mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, kalau untuk makan saja mereka pas-pas­an? Sebenarnya, kondisi pendidikan umat Islam yang kita alami sekarang ini tidak le­pas dari politik penjajah Belanda. Pada masa kolonial, pendidikan untuk rakyat meng­alami diskriminasi. Belanda mengadakan pendidikan untuk kelas Eropa (kulit putih), Timur Asing, kaum priyayi dan rakyat kebanyakan. Perbedaan ini membawa kesenja­ngan kesempatan. Namun demikian, sekarang kita sudah 65 tahun merdeka, sudah terbebas dari penjajahan, sekarang kita perlu melakukan introspeksi, apa yang perlu kita perbaiki dalam membangun pendidikan dan ekonomi umat ini. Sekarang kita bu­kan waktunya lagi menyalahkan pihak lain.  

Sikap hidup juga turut memberi pengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi umat Islam yang kurang menguntungkan. Di kalangan umat Islam, terutama generasi muda, tertanam sebuah pandangan bahwa sekolah pada gilirannya hanya akan me­ngarahkannya untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tentu ini tidak salah, tetapi daya tampung birokrasi pemerintahan sangatlah terbatas.

Sebagian besar pemuda lainnya harus masuk ke sektor swasta dan berwira­usaha. Etos wiraswasta umat Islam memang masih lemah. Umat Islam tidak terbiasa hidup tertantang untuk memeras otak memutar aset ekonomi yang ada. Bagi sebagi­an mereka, dunia entrepreneurship dianggap mempunyai risiko kerugian, sehingga mereka enggan untuk berkecimpung di dalamnya. Apalagi ketika modalpun sangat terbatas. Mereka merasa tidak akan dapat bersaing dengan perusahaan yang bermo­dal lebih besar.

Sebagian umat Islam juga menghadapi dilema sikap kehidupan. Faham Jab­bariyah atau pasrah masih menghinggapi sebagian kita, sehingga menghasilkan the culture of proverty. Para pemuka agama dan ulama harus mengajarkan pentingnya kerja keras dalam kehidupan. Para Nabi pun bekerja keras untuk kehidupan mereka.

Dalam hal manajemen, harus diakui bahwa dalam berbagai bidang, manaje­men umat Islam  terkesan masih belum modern.  Sesungguhnya umat Islam memiliki modal manajemen yang sangat besar. Umat Islam memiliki organisasi massa besar, seperti Muhammadiyah dan Nahdaltul Ulama serta ormas-ormas Islam lainnya. Lem­baga-lembaga ini tentu merupakan aset yang sangat berharga bagi pengembangan ekonomi umat.  Namun, setidaknya beberapa tahun lamanya, sektor ekonomi belum tergarap secara optimal oleh sebagian ormas Islam ini.

Di samping berbagai kondisi obyektif di atas, tidak kalah pentingnya juga di­cermati adalah antisipasi  terhadap peningkatan peran perusahaan besar yang begitu menggurita, seperti pusat perbelanjaan yang bertabur dari kota sampai ke desa,  da­lam bentuk Mall, Super Market,  Hyper Market, yang secara  langsung maupun tidak langsung menggeser peranan pasar tradisional. Pada satu sisi kemajuan sektor eko­nomi modern itu harus disyukuri, tetapi pada sisi lain, masyarakat setempat juga ha­rus di­lengkapi dengan kemampuan adaptasi dan persaingan yang tinggi. Juga perlu diambil langkah-langkah strategis untuk menciptakan sentra-sentra ekonomi yang memberdayakan umat. Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang ber­sinergi dengan lembaga keuangan syariah (LKS) perlu segera dilakukan dan dikem­bangkan. Menurut data Bank Indonesia sampai akhir tahun 2008, pembiayaan yang diberikan bank syariah dalam upaya mengembangkan UMK mencapai angka 27,13%. Satu jum­lah yang cukup besar.

Kalau kontribusi bank syariah sudah sedemikian besar untuk UMK,  pertanya­annya adalah, sudah seberapa besarkah dukungan lembaga keagamaan dan ormas Islam dengan seluruh jajarannya memperbesar aset bank syariah, dan  memanfaat­kan pembiayaan bank syariah melalui skim-skim dan produk yang sesuai dengan sya­riah? Ironinya  setelah  29 tahun bank syariah beroperasi di negeri kita, pangsa pasar bank syariah belum mencapai angka 3% secara nasional. Sementara pada sisi lain be­saran FDR bank syariah rata-rata berkisar melebihi angka 100% dua kali lipat LDR yang disalurkan Bank Konvensional. Pensinergian aktifitas ekonomi yang berbasis syariah perlu juga dilakukan, baik dalam bentuk investasi maupun dana umat yang bersumber dari zakat, wakaf, infaq dan sadakah.

 Saudara-saudara sekalian yang kami hormati,

Akhirnya, kami ingin mengajak, marilah kita jadikan kegiatan Dialog Pengem­bangan Wawasan Multikultural Antar Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Is­lam di Provinsi Kalimantan Barat ini sebagai wahana pensinergian program-program kongkrit ormas-ormas Islam pusat dan daerah dalam pengentasan kemiskinan mela­lui peningkatan usaha ekonomi keumatan berbasis syariah. Demikianlah sambutan ini kami sampaikan dan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu`alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
 
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.