HomeBeritaKUB /  Sewindu PBM, Perkuat Sosialisasi!
Sewindu PBM, Perkuat Sosialisasi! PDF Print Email

Jakarta, 24/03 (Puslitbang 1) - Peringatan 8 tahun implementasi PBM menjadi momentum perlunya kembali sosialisasi PBM, untuk menjawab problem kerukunan antarumat beragama yang masih ada. Demikian intisari refleksi para tokoh agama dalam acara “Coffee Morning: Refleksi 8 Tahun PBM No. 9 dan 8 tahun 2006.” Acara yang digelar Puslitbang Kehidupan Keagamaan di Penang Bistro, Kebon Sirih, Senin (24/3/2014) ini, dihadiri oleh para tokoh lintas agama, tim perumus PBM, serta sejumlah pejabat lintas kementerian. Tampak tokoh agama perwakilan MUI, PGI, KWI, PHDI, Walubi, dan Matakin. Hadir pula beberapa anggota tim perumus PBM, Staf Ahli Menteri Agama Abdul Fatah, Kapus Pinmas Zubaidi, Kepala PKUB Mubarok, Direktur pada Kementerian Hukum dan HAM, perwakilan LSM, serta sejumlah peneliti.

Dalam sambutannya, Kepala Badan Litbang dan Diklat M. Machasin menegaskan, acara evaluasi tahunan implementasi PBM ini penting dilakukan. Ia menengarai dewasa ini PBM telah dipahami salah atau bahkan digunakan suatu kelompok justeru untuk menolak berdirinya rumah ibadat tertentu. Terhadap rumah ibadat lama yang direnovasi, misalnya, belakangan justeru dilakukan penolakan. Banyak disalahpahami, peraturan ini karenanya perlu disosialisasikan lagi.

M. Atho Mudzhar, mantan Kabalitbang yang turut membidani lahirnya PBM ini, juga menegaskan perlunya sosialisasi PBM digalakkan lagi. Ia melihat dewasa ini sosialisasi sudah jarang dilakukan, padahal gangguan kerukunan terkait rumah ibadat masih terus terjadi. Ia pun mengusulkan agar dibuat instruksi dua menteri atau surat edaran untuk mendorong sosialisasi PBM, dengan disertai penjelasannya (Tanya Jawab PBM) yang menjadi bagian tak terpisahkan. Koordinasi dan hubungan baik antara Kemenag dan Kemendagri menjadi kunci sukses agenda ini, imbuhnya.

Sementara itu, anggota Tim Perumus PBM dari KWI, Vera Wenny, mengaku prihatin terhadap proses penyelesaian kasus rumah ibadat yang masih kurang baik. Ia mengusulkan “mediasi” sebagai jalan hukum yang tegas dan dapat mengikat para pihak. Keprihatinan juga ditujukan atas adanya anggota FKUB yang dinilainya kurang negarawan. Hal ini disambung Pendeta Favor Bancin dari PGI, yang juga melihat pentingnya penyeleksian anggota FKUB. Bancin juga melihat bahwa implementasi PBM sangat tergantung peran kepala daerah. Sayangnya mereka luput dari sosialisasi-sosialisasi yang dilaksanakan. Hal ini dijawab Budi Prasetyo, Direktur pada Kesbangpol Kemendagri, yang menyatakan bahwa evaluasi terus dilakukan atas peran pemda tersebut. Karena daya ungkit PBM ada di tangan kepala daerah, maka dilakukan terobosan untuk pemerkuatan APBD dengan memasukkan “anggaran untuk FKUB” pada Pedoman Penyusunan APBD yang disusunnya.

I Nengah Dana, Tim Perumus dari PHDI, melihat PBM lebih dilihat hanya dari soal rumah ibadat, padahal ada sisi pemberdayaan masyarakat oleh FKUB, ungkapnya. Hal ini ditambahkan Ketua FKUB DKI, Ahmad Syafii Mufid, yang melihat peran FKUB kian luas cakupannya, tidak hanya empat tugas sebagaimanya dituntut PBM. Demikian juga dikemukakan Staf Ahli Menag, Abdul Fatah, yang mengharapkan fungsi FKUB lebih luas ke fungsi lain termasuk terkait pelayanan agama non-enam.

Acara Coffee Morning yang dipandu secara atraktif oleh Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan Dedi Djubaedi ini, banyak merekam butir-butir evaluasi, refleksi, serta usul dan harapan dari para peserta untuk perbaikan implementasi PBM ke depan. Sesuai tujuan acara ini, harapannya peraturan dua menteri ini bisa semakin efektif menjawab problem umat. Jikapun kekuatan dua menteri dirasa kurang, forum ini juga mendorong peningkatan kekuatan hukum PBM ke dalam bentuk perundangan lain yang lebih tinggi. Meski begitu, peningkatan pemahaman masyarakat terhadap PBM lebih urgen dilakukan saat ini. Abdul Fatah, mengutip pendapat Frans Magnis, menyatakan bahwa PBM sangat berpengaruh terhadap hubungan antarumat beragama. Maka, mari galakkan kembali sosialisasi PBM! [asr]

 
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.