Belum Ada Sanksi Hukum bagi Kejahatan Perkawinan |
Jakarta,27/12 (Kompas) - Pelaku kejahatan atas Undang-undang Perkawinan sampai sekarang belum banyak dikenai sanksi hukum. Tidak diterapkannya sanksi ini mencederai hak pemenuhan keadilan bagi korban kejahatan perkawinan. Dengan alasan berpijak pada agama dan tradisi, kejahatan perkawinan terus dilakukan di tengah masyarakat. Pelakunya bukan hanya kaum kebanyakan, melainkan juga pejabat publik, mantan pejabat publik, dan selebritas. ”Kejahatan terhadap Undang-undang Perkawinan yang paling banyak terjadi adalah perkawinan di bawah umur (perkawinan anak) dan perkawinan yang tidak dicatatkan,” kata Andy Yentriyani, komisioner pada Komnas Perempuan, Rabu (26/12). Rabu siang kemarin digelar seminar bertema ”Strategi Mengatasi Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Dicatat” yang diadakan Kementerian Agama dan Alimat. Alimat adalah gerakan pemikiran dan aksi masyarakat Indonesia yang bertujuan mewujudkan kesetaraan dan keadilan jender dalam keluarga. Tidak dicatat Nur Rofiah, pengurus Alimat, mengatakan, Indonesia masih memerlukan banyak tokoh agama perempuan yang tidak berpandangan patriarki. Tokoh agama perempuan ini dibutuhkan dalam membuat fatwa-fatwa terkait dengan isu perempuan dan anak. ”Selama ini fatwa lebih didominasi dari sudut pandang laki-laki,” kata Rofiah. Dampak dari perkawinan anak adalah terganggunya kesehatan reproduksi dan tekanan mental yang dialami sang anak. Hal ini disebabkan anak harus menjalani tanggung jawab begitu besar. Adapun perkawinan tidak tercatat menghilangkan hak anak dan istri yang seharusnya masih ditanggung suami jika suami menikah lagi. (IND) |