HomeBeritageneral /  Merespon Putusan MK tentang Uji Materi UU Perkawinan
Merespon Putusan MK tentang Uji Materi UU Perkawinan PDF Print Email

Malang, 14/12 (Puslitbang 1) - Menindaklanjuti hasil penelitian tentang Pelaksanaan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Puslitbang Kehidupan Keagamaan bekerjasama dengan Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang mengadakan Seminar Sehari membahas UU Perkawinan, terutama yang berkaitan dengan persoalan dan kedudukan anak dalam perkawinan tidak tercatat dan anak hasil perzinaan, pasca putusan MK. Seminar tersebut diadakan pada tanggal 14 Desember 2012 di Hotel Pelangi, Malang dengan tajuk Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya: Mengkaji Putusan MA No. 46/PUU-VIII/2010, tentang Uji Materi UU Perkawinan pada Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) serta Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 tanggal 10 Maret 2012.

Dalam sambutannya, Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan, Prof. Dr. Phil H.M. Nurkholis Setiawan menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan kerjasama dalam membangun jaringan penelitian dan pengembangan, sehingga dapat diperoleh manfaat yang lebih luas bagi dua belah pihak. Lebih dari itu, kajian melalui hasil riset akan menunjukkan bahwa hasil riset mampu menjadi acuan kebijakan. Menurut Dekan Fakultas Syariah UIN Malang, Dr. Tutik Hamidah, peserta seminar bagian terbesar adalah para mubalighah (NU, Muhammadiyah, Hizbut Tahir) serta aktivis perempuan, LSM dan Pusat Studi Wanita beberapa perguruan tinggi setempat.

Seminar menampilkan narasumber antara lain Prof. Dr. Phil. H.M. Nurkholis Setiawan; Drs. KH Chamzawi, MHI (Rois NU dan MUI Kabupaten Malang); Dr. Saifullah, Drs. Muhammad Jazui (Hakim PA Kabupaten Malang); Dr. Tutik Hamidah; Dra. Hikmah Bafagih, M. Pd (Ketua P2TP2A Kab. Malang).

Nurkholis memaparkan hasil riset Puslitbang Kehidupan Keagamaan tentang Pelaksanaan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang diadakan di 8 Kabupaten/Kota di Jawa dan Madura menunjukkan bahwa pelaku perkawinan dibawah umur  yang  mengajukan dispensasi nikah kepada Pengadilan Agama, di Indramayu, dari tahun 2010 sampai Juni 2012 sebanyak 825 kasus; Yogyakarta, tahun 2012 terdapat 26 pengajuan dispensasi nikah; NTB, dari tahun 2007 – 2011 terdapat 44 pengajuan dispensasi nikah dan Kabupaten Malang dari tahun 2010 sampai dengan Oktober 2012 terdapat 474 pengajuan dispensasi nikah. Menurut Nurkholis, yang lebih penting adalah mengapa kasus-kasus perkawinan tidak tercatat dan di bawah umur ada di kantong-kantong santri. “Ini yang perlu dicatat dan menjadi perhatian, padahal Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap perempuan”, cetus Nurkholis.

Soal beda penafsiran dalam Islam, KH. Chamzawi mengatakan bahwa itu adalah hal yang lumrah. “Karena Al-Quran dan hadis itu bahasa Arab, maka yang namanya tafsir itu pasti ada perbedaan ketika diterjemahkan di luar bahasa Arab. Ini masalahnya, sehingga pasti ada beda penafsiran. Termasuk dalam menafsirkan tentang anak”, ujar Chamzawi. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa anak itu didefinisikan sebagai seseorang yang dilahirkan sebagai akibat dari pernikahan secara syar’i dan sah dalam pernikahan. “Kemudian, muncul lagi definisi pernikahan cukup sah secara agama atau harus tercatat di Negara dan seterusnya. Nah disinilah kemudian muncul persoalan dan dampak hukum yang signifikan dan bervariasi”, tandas Chamzawi.

Pendapat yang berbeda muncul dari Dr. Saifullah, praktisi hukum. Menurutnya dalam hukum, produk anak tidak hanya dari perkawinan. Banyak anak yang lahir tanpa ikatan pernikahan resmi. Hukum harus memberi ruang dan perlindungan, bagaimana anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan dapat mencari perlindungan hukum. Oleh karena itu, aturan hukum sifatnya plural. “Bagaimana nasib anak-anak yang dihasilkan dari nikah siri, zina, perkawinan tidak tercatat? KUHP kemudian memberikan ruang kepada anak-anak tersebut. Disinilah yang kemudian menjadi polemik. Tetapi ada kekhususan bahwa anak zina memang tidak diakui, kecuali orang tuanya secara khusus mengajukan ke pengadilan.  Bagi mereka yang tidak terperhatikan, melalui proses hukum dan teknologi, anak hasil zina bisa menuntut pengakuan. Meskipun mereka tidak mendapat warisan, hanya mendapatkan hak sampai dewasa”, runut Saifullah.

Acara dilanjutkan dengan Focus Group Discussion oleh peserta, untuk mendiskusikan berbagai topik seminar, sehingga sebagai mubalighah dapat lebih memahami secara berimbang antara persoalan agama dan aturan undang-undang Negara. Seminar kemudian ditutup oleh Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. (KW)

 
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.