HomeBeritaKUB /  Tingkatkan Upaya Kerukunan melalui Pengembangan Wadah Kerukunan dan Ketahanan Lokal
Tingkatkan Upaya Kerukunan melalui Pengembangan Wadah Kerukunan dan Ketahanan Lokal PDF Print Email

Pasca ditetapkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 Dan 8 Tahun 2006 tanggal 21 Maret 2006  hingga saat ini di Provinsi Riau telah terbentuk wadah kerukunan yang dinamakan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) tingkat provinsi dan 13 kabupaten/kota se-Riau.

Dari perspektif kerukunan, provinsi Riau secara umum adalah kondusif, baik antar maupun intern umat beragama. Hal ini terwujud karena buah kebijakan pemerintah daerah, kantor Kemenag, peran aktif FKUB, dan pemuka agama. Namun Riau pun tidak lepas dari potensi konflik, sehingga perlu dilakukan upaya penguatan kerukunan melalui kemungkinan pengembangan wadah FKUB dan lembaga sejenisnya, serta meningkatkan fungsi kearifan lokal. Dengan demikian diharapkan tercipta ketahanan lokal untuk memperkuat  kedamaian.

Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI bekerjasama dengan Kantor Kemenag Kota Pekanbaru  menyelenggarakan Workshop Pengembangan Wadah Kerukunan dan Ketahanan Masyarakat Lokal Kecamatan Senapelan bertempat di Furaya Hotel Pekanbaru, yang berlangsung hari  Sabtu hingga Senin, tanggal 10-12 Nopember 2012.

Kegiatan ini dibuka pada hari Sabtu 10 Nopember 2012 oleh Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Prof. Dr. H.M. Nur Kholis Setiawan, MA, dihadiri pula oleh Kepala Kemenag Provinsi Riau, Tarmizi serta Kepala Kantor Kemenag Kota Pekanbaru Edwar S. Umar. Workshop ini diikuti oleh 40 peserta yang mencakup unsur mewakili pemimpin formal (muspika, lurah/kades) dan informal tingkat kecamatan meliputi tokoh agama (kyai, pendeta, pastor, mubaligh), tokoh masyarakat/adat dan tokoh pemuda.

Nur Kholis menyatakan workshop ini dilakukan di Kota Pekanbaru karena wilayah ini adalah rukun. Selain untuk memperkuat kerukunan yang ada, kegiatan ini juga dimaksudkan agar daerah lain dapat mengambil pelajaran dari kerukunan di Riau, termasuk perlu atau tidaknya pengembangan dan/atau pembentukan wadah kerukunan.

Terpilihnya daerah ini juga didukung oleh hasil penelitian singkat tentang potensi konflik dan faktor kerukunan di lokasi kegiatan. Menurut Peneliti (Bashori A, Hakim dan Haidlor Ali Ahmad), Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru dipilih karena beberapa pertimbangan antara lain kerukunan antarumat beragama yang kondusif ditengah masyarakat yang heterogen, juga karena daerah ini merupakan kecamatan tertua, cikal bakal kota Pekanbaru.

Nur Kholis juga menyatakan bahwa “beragama adalah hak tiap orang, namun dalam mengekspresikannya tidak boleh mengganggu hak orang lain”, dalam menjawab pertanyaan seputar  PBM No. 9 dan 8 tahun 2006. Agar kerukunan tidak terganggu sekaligus terpeliharanya kedamaian, maka diperlukan aturan. Inilah filosofi lahirnya PBM hasil karya majelis-majelis agama (MUI, PGI, KWI PHDI, WALUBI dan MATAKIN) yang didampingi oleh pemerintah (Dirjen Kebangpol Kemendagri dan Kepala Badan Litbang Kemenag RI). Rumusan SKB tersebut dibahas dan disusun oleh majelis-majelis-majelis agama, selanjutnya dibuatkan legalisasinya oleh Pemerintah dalam bentuk SKB. Dalam menjawab  kemungkinan SKB tersebut disempurnakan, Nur Kholis mempersilahkan agar membicarakannya dengan masing-masing majelis agamanya.

Kegiatan ini dilaksanakan pada empat daerah, selain di Pekanbaru Provinsi Riau  ini, juga di Kabupaten Badung Provinsi Bali, menyusul di Kota Palu Sulawesi Tengah, dan Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

 
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.