HomeBeritaKUB /  Semiloka "Model Pluralisme dan Toleransi Umat Beragama Masyarakat Tegal"
Semiloka "Model Pluralisme dan Toleransi Umat Beragama Masyarakat Tegal" PDF Print Email

Tegal, 08/10 (Puslitbang 1) - “Masyarakat Tegal dikenal dengan “Polos, Lugas, Terbuka’. Ini merupakan salah satu nilai tambah (value added) bagi hubungan kerukunan umat beragama”, demikian pernyataan Prof. Abdurrahman Mas’ud, Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan dalam sambutannya pada Semiloka  bertajuk “Model Pluralisme dan Toleransi Antar Umat Beragama Masyarakat Tegal”, yang diselenggarakan Yayasan Majelis Taklim Faydlul Barokah Pangeran Purbaya Jatimulya Tegal bekerjasama dengan Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Sabtu, 6 Oktober 2012. Dalam Semiloka yang dibuka resmi oleh Wakil Bupati Tegal Hery Sulistyawan,  Abdurrahman Mas’ud menyatakan bahwa Masyarakat Tegal adalah pekerja keras (hard workers)  dan pedagang yang telah meneruskan tradisi Walisongo, yang dengan semangat bekerja keras menyebarkan Islam melalui berdagang di Pantai Utara termasuk Tegal.

Abdurrahman Mas’ud dalam sesi materinya juga menyatakan kekagumannya dalam acara workshop di Tegal ini, didahului dengan Sholawat tanpo wathon Gus Dur.  Sebagai Tokoh Bangsa, Gus Dur telah memberikan pelajaran berharga bagi pluralisme dan toleransi antar umat beragama di Indonesia.  Mas’ud  mengungkapkan fenomena radikalisme keagamaan di kalangan masyarakat. Untuk itu perlu upaya strategis, sistematis dan menyeluruh untuk mencegah konflik antarumat beragama dan radikalisme.

Sementara Wakil Bupati Tegal dalam sambutan sekaligus membuka acara, menyambut baik kegiatan ini sebagai bukti partisipasi pemuka agama terhadap perkembangan kehidupan keagamaan, memberikan arah dalam membangun dan mengayomi masyarakat khususnya di kabupaten Tegal.  Sehingga berharap dapat memberikan peningkatan sikap, pengetahuan, penyegaran informasi,  dan perluasan wawasan tentang hal-hal yang berikaitan adanya isu-isu SARA dengan memelihara kepekaan dan kewaspadaan terhadap gejala yang dapat mengancam kedamaian.

H. Samsuri Gondhokusumo, Sejarawan Tegal, menjelaskan letak geografis Tegal yang sangat strategis di posisi silang Pantura, menjadikan Tegal sebagai kota transit lalu lintas ekonomi,  etnis dan budaya.   Akulturasi budaya berlangsung cepat, penduduk asli dan pendatang berbaur secara alami. Tidak ada penguasaan mayoritas maupun minoritas, karenanya masyarakat Tegal adalah masyarakat plural.  Para pemuka agama apa pun tidak mengajarkan eksklusifisme, tetapi sesuai ajaran agama masing-masing untuk selalu damai.  Nilai sosial sebagai kearifan lokal dimiliki masyarakat Tegal diantaranya semboyan “Laka Musuh Bala Kabeh” yang artinya “Kita tidak punya musuh, semua sahabat."

Ketua FKUB Jawa Tengah, Abu Hapsin, Ph.D menekankan bahwa setiap agama agar menjadi basis moral dan spiritual dalam rangka membangun kehidupan bernegara dan berbangsa.  Hal ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi seluruh umat beragama untuk secara bersama merumuskan nilai-nilai agama untuk kemudian disumbangkan kepada Negara.  Para tokoh agama sangat diharapkan untuk duduk bersama membicarakan persoalan bangsa dan negara, mementingkan  sikap terbuka dalam menerima saran maupun kritik dari yang lain, untuk membangun hubungan harmonis antar umat beragama. Sikap terbuka ini menjadi prakondisi agar dialog antar umat beragama bisa berjalan dengan baik dan menghasilkan gagasan, baik teoritis maupun praktis.

Semiloka yang dihadiri oleh 50 peserta lebih dari Ormas Keagamaan, Pimpinan Pondok Pesantren, Organisasi Kepemudaan, LSM ini berlangsung selama 3 hari. Beberapa tema yang dibahas antara lain Kebijakan pemerintah tentang kerukunan umat beragama, membangun toleransi dan kebersamaan dalam kehidupan keagamaan, sejarah dan kearifan lokal yang mendukung kerukunan masyarakat Tegal, model kerukunan umat beragama, serta tantangan pluralisme dan cara mengatasi konflik. [HB]

 
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.