HomeBeritageneral /  Pemberdayaan Mubalighah : Menuju Penanganan terhadap Korban KDRT
Pemberdayaan Mubalighah : Menuju Penanganan terhadap Korban KDRT PDF Print Email

Singkawang, 7/07 (Puslitbang 1). Setiap kali mengawali sessi workshop untuk para mubalighah, fasilitator selalu bertanya, “Bagaimana kabar Ibu dan Bapak?”, para peserta menyambutnya dengan kompak “Alhamdulillah, luar biasa, Allahu Akbar….” dengan disertai gerakan tangan. Begitulah yel-yel tatkala Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI bekerja sama dengan Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta Kantor Kementerian Agama Kota Singkawang menyelenggara¬kan Workshop Peningkatan Wawasan dan Kemampuan Mubalighah dalam Penanganan dan Pendampingan  Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) selama 4 hari mulai tanggal 4-7 Juli 2012 di Hotel Dangau, Singkawang.

Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Singkawang, Drs. H. Jawani. Dalam sambutannya beliau menyampaikan kepada peserta workshop agar dapat menyerap ilmu semaksimal mungkin sehingga dapat disampaikan kepada para jamaah. Dengan demikian, diharapkan para mubalighah lebih berdaya dalam melakukan pelayanan dan pendampingan kepada jamaah yang mengalami korban KDRT.

Workshop ini diikuti oleh 30 orang peserta yang terdiri dari mubalighah/ustadzah, penyuluh, BKMT, organisasi masyarakat (ormas) perempuan, dan konselor BP4. Workshop ini bertujuan untuk mensosialisasikan UU No. 23/2004, juga meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, serta kapasitas mubalighah dalam upaya meminimalisir terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Dalam kesempatan tersebut Ida Rosyidah, MA selaku Direktur PSW UIN Syarif Hidayatullah mengungkapkan bahwa workshop ini sejalan dengan visi dan misi PSW dalam upaya pemberdayaan perempuan. Oleh karena itulah PSW menyambut baik kerjasama yang ditawarkan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

Masyarakat Kota Singkawang merupakan masyarakat multi etnis dengan 3 (tiga) etnis mayoritas, yakni Tionghoa, Melayu, dan Dayak. Selain multi etnis, masyarakat Singkawang juga terdiri dari penganut agama yang berbeda-beda, namun tetap memiliki toleransi yang tinggi dan dapat hidup berdampingan secara harmonis. Kota Singkawang terletak di pesisir pantai dan dikelilingi oleh gunung-gunung memberikan kesan dan keindahan alam tersendiri. Keanekaragaman etnis, agama, budaya, serta posisi geografis yang unik ini memberikan ciri khas dan daya tarik tersendiri bagi Kota Singkawang.

Di balik daya tariknya, kota Singkawang yang terkenal dengan sebutan Kota Seribu Kelenteng ini ternyata menyimpan banyak persoalan sosial seperti banyaknya kasus kekerasan, tingginya angka buruh migran, dan menjadi salah satu wilayah transit bagi jalur trafficking, pengiriman TKI ilegal, maraknya “kawin foto” atau perkawinan yang tidak dicatatkan, dan  berbagai persoalan keluarga lainnya. Demikian penuturan Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan yang diwakili Dra. Hj. Kustini, M. Si. Karena alasan itulah, Kota Singkawang menjadi salah satu sasaran program Peningkatan Wawasan dan Kemampuan Mubalighah dalam Penanganan dan Pendampingan  KDRT. Melalui workshop ini, mubalighah diharapkan berada di garda depan dalam melakukan penanganan dan pendampingan terhadap korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).

Pada hari Kamis tanggal 6 Juli 2012 para peserta workshop berkunjung ke Kantor Lembaga Konsultan Bantuan Hukum Perempuan dan Keluarga (LKBH PeKa) Kalimantan Barat di Kota Singkawang. Pada kesempatan tersebut Rosita Nengsih SH, selaku Direktur LKBH menjelaskan, sampai saat ini lembaganya telah menangani beragam kasus kekerasan dengan berbagai bentuknya, seperti kekerasan psikis dan fisik terhadap istri, penelantaran anak, dan incest. Namun sesungguhnya kasus-kasus yang terjadi di masyarakat jauh lebih banyak, namun tidak dilaporkan karena berbagai alasan. Ibu Sinta (nama samaran), salah satu klien LKBH PeKa berkenan untuk menceritakan kasus kekerasan fisik maupun psikis yang dialaminya sejak awal pernikahan, dan hingga saat ini kasusnya masih dalam proses penanganan di pengadilan dan kepolisian. Dalam kesempatan tersebut Kepala Kankemenag Kota Singkawang menegaskan pentingnya upaya-upaya sinergis antara LKBH PeKA, majlis taklim, dan para penyuluh, baik penyuluh agama Islam, Kristen, Katolik, dan Budha dalam rangka menangani dan menghapuskan kekerasan dalam rumah tangga.

Workshop ini secara resmi ditutup oleh Drs. H. Mukhlis mewakili Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Singkawang, beliau menyampaikan rasa gembira dengan telah terlaksananya kegiatan ini.  “Kami mengharapkan agar para mubalighah yang telah mendapat ilmu dapat diberdayakan dengan sebaik mungkin. Rencana yang akan kami lakukan dalam waktu dekat ini adalah mengaktifkan kembali BP4 dan melibatkan mubalighah yang telah mengikuti workshop ini untuk menjadi konselornya”, tuturnya.
Adapun rencana tindak lanjut yang diajukan dari peserta Workshop ini adalah akan aktif melakukan pendampingan terhadap korban KDRT; membentuk Women Crisis Center; membentuk Forum Konsultasi Keluarga KDRT. Untuk Kementerian Agama Pusat perlu meningkatkan pembinaan keluarga pasca pernikahan di tingkat Kota Singkawang dan untuk Kankemenag Kota Singkawang perlu memasukkan isu KDRT ke dalam program suscatin.

 
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.