HomeBeritageneral /  Menag : Hisab dan Rukyat Saling Melengkapi
Menag : Hisab dan Rukyat Saling Melengkapi PDF Print Email

Jakarta,25/04 (Puslitbang 1) - Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan bahwa metode hisab dan rukyat adalah saling melengkapi, sehingga tidak layak dipertentangkan. Menag juga menyebut bahwa proses penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah di Negara-negara yang mayoritas muslim tidak ada satupun yang penentuannya dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu, melainkan dilakukan oleh pemegang otoritas yaitu pemerintah. Hal tersebut dikemukakan Menag saat membuka membuka kegiatan Musyawarah Nasional Hisab Rukyat dalam Penentuan Awal Bulan Qamariyah yang diselenggarakan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama bertempat di Operation Room lt.3 gedung Kementerian Agama, Rabu 25 April 2012. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan ormas-ormas Islam, para pimpinan pesantren, dan para ahli astronomi dari berbagai lembaga.

Menteri Agama mengharapkan bahwa forum Munas ini dapat memiliki kontribusi kongkrit bagi penyatuan kalender hijriah Islam. Adanya perbedaan lebaran ternyata disamping ada dampak ekonomi, juga berpeluang untuk dipolitisasi. Untuk itu pada tahun ini dan seterusnya diharapkan tidak ada lagi perbedaan, jika ada perbedaan berikan mandat pada pemerintah untuk menjadi penengah.

Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. DR. Abdul Djamil, MA menyatakan bahwa Munas diselenggarakan dalam rangka mencari solusi atas perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan dan Syawal yang selama ini sering terjadi. Jika mau diklasifikasikan, cara penentuan awal bulan oleh umat Islam selama ini umumnya dilakukan dengan menggunakan salah satu dari tiga macam cara yaitu: Wujudul Hilal (hisab), Imkanur Ruyah, dan Rukyat bil fi’li. Perbedaan cara penetapan ini berpotensi mengganggu kenyamanan ibadah bagi kalangan yang berbeda dalam menetapkan puasa dan lebaran, sehingga dikhawatirkan juga mengganggu kerukunan antar mereka.

Terkait penetapan awal bulan qamariyah ini, KH. Ma’ruf Amin (MUI) mengatakan bahwa Majelis Ulama Indonesia dalam keputusannya melalui ijma' ulama Komisi Fatwa tahun 2003 dan fatwa MUI tahun 2004 memutuskan bahwa penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah adalah dengan rukyat dan hisab. KH. Ma’ruf Amin mengharapkan agar masing-masing pihak dapat berdiskusi secara bijaksana dan mau menerima metode yang relatif akan bisa diterima semua pihak. Apabila masih tetap terjadi perbedaan penetapan awal bulan, maka seharusnya menurut pandangan para ulama, terutama dari kalangan Syafi’iyah, penetapannya adalah dilakukan oleh pemerintah. Dalam rangka menghindari terjadinya kesalahpahaman atas perbedaan-perbedaan yang ada, KH. Ma’ruf Amin mengatakan perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat luas agar memahami perbedaan-perbedaan tersebut secara tepat dan tidak mudah dieksploitasi oleh pihak-pihak tertentu untuk memecah-belah umat Islam.

Selain KH. Ma’ruf Amin, sejumlah narasumber yang hadir dalam Munas ini antara lain, KH. Ghozali Masroeri (PBNU), KH. Saefudin Amsir (PBNU), DR. Fattah Wibisono (PP Muhammadiyah), DR. Makrifat Iman (PP Muhammadiyah), DR. H. Moedji Raharto (Bosscha ITB), dan Cecep Nurwendaya, M.Si (Planetarium-Jakarta).

 
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.