HomeBeritaKUB /  Memahami Damai Manado : Peace Keeping Dengan PAR
Memahami Damai Manado : Peace Keeping Dengan PAR PDF Print Email

Melanjutkan program serupa tahun 2009 dan 2010 lalu, tahun 2011 ini Peacekeeping dilakukan di empat daerah yang dinilai relatif damai, sepi dari konflik etnorelijius, meski memiliki heterogenitas agama dan budaya. Keempat daerah itu adalah Bali, Sumatera Utara, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Utara.

Di Sulawesi Utara kegiatan difokuskan di Kota Manado, dan lebih fokus lagi Kecamatan Tuminting. Kecamatan ini dipilih karena diantara kecamatan lain di Kota Manado, Tuminting memiliki karakter yang heterogen dari segi suku dan agama, namun tidak pernah terjadi konflik etnis atau agama.

Untuk mempersiapkan kegiatan peacekeeping dengan pendekatan riset aksi partisipatori (PAR) ini, pertama-tama dilakukan kajian awal untuk memetakan kondisi lokasi penelitian dengan mengumpulkan data dan informasi dari berbagai informan-kunci melalui wawancara. Hal ini juga dilakukan untuk mengidentikasi aktor-aktor yang berperan dalam konteks kehidupan keberagamaan, sosial-politik, dan penciptaan kondisi damai di wilayah tersebut. Selain itu, dilakukan identifikasi faktor-faktor apa saja persisnya yang menyebabkan wilayah ini memiliki kemampuan menciptakan suasana perdamaian dan relatif berhasil mencairkan berbagai kecenderungan munculnya konflik (latent maupun manifest), khususnya yang bersumbu dari semangat primordial etno-relijius.

Berbekal hasil kajian awal, lalu dilakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk mempersiapkan kader-kader pelopor perdamaian yang akan melakukan peacekeeping di lokasi bersangkutan, yang terutama dipilih para kader muda dari Kecamatan Tuminting. Kader-kader ini disiapkan wawasan dan keterampilannya melakukan pendampingan dengan pendekatan PAR melalui sebuah pelatihan dan praktek implementasinya. Pelatihan yang diikuti 24 pemuda lintas agama ini dilakukan selama 4 hari, yakni Senin-Kamis, 17-20 Oktober 2011 di Hotel Santika, Bunaken, dengan materi antara lain: pengenalan konflik, damai, analisa konflik dan damai, teori dan praktik Participatory Action Research, dan wawasan bina-damai. Tim fasilitator didatangkan dari Puslitbang kehidupan Keagamaan dan Yayasan INCIS Jakarta, Akmal Salim Ruhana dan Ali Irvan. Setelah selesai pelatihan, peserta diajak untuk melakukan peacekeeping dalam masyarakat melalui program pendampingan. Hal ini rencananya dilakukan pada awal November dalam bentuk kegiatan-kegiatan di dalam masyarakat oleh peserta FGD yang dibagi atas dua kelompok.

Kelompok I bernama Kelompok Cinta Damai, berencana mengadakan Fun Bike dan Bazaar pada 12-13 Nopember 2011 yang bertempat di Kelurahan Tuminting, Kecamatan Tuminting. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun solidaritas di tengah masyarakat etnoreligius, memupuk rasa perdamaian yang sudah tercipta, dan mengupayakan terbentuknya semangat kerukunan secara bersinambungan dan melembaga di masyarakat.

Adapun kelompok II yang menamai diri Kelompok Harmoni, berencana mengadakan Lomba Kebersihan antar Lingkungan, Jalan Sehat dan Senam Bersama, serta Lomba Masak. Kegiatan-kegiatan dalam kerangka penelitian partisipatoris ini bertujuan agar masyarakat memiliki semangat gotong royong dan bersama-sama peduli terhadap kebersihan lingkungan sekitar tanpa melihat perbedaan, menumbuhkan kebiasaan dan interaksi sosial yang bermanaat untuk kesehatan dan memupuk rasa persaudaraan, dan memupuk kebersamaan dalam mengembangkan ide kreatif untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. Kegiatan rencananya akan dilaksanakan pada 14-15 Nopember 2011 di Kelurahan Bitung Karangria, Kecamatan Tuminting.

FGD Peacekeeping diakui para peserta sangat membekali, selain juga sangat menghibur, karena memberikan sesuatu yang baru. Wawasan dan pengalaman yang tidak biasa bagi mereka. “Kami biasanya hanya berseminar dua tiga hari, terasa hambar, lalu selesai … sedangkan kegiatan ini membuat kita refreshing dan menambah wawasan,” aku Vonny, salahseorang peserta. Peserta lain, Alexander, mengatakan, “program ini dapat membekali kami dalam pembinaan dan pemberdayaan jemaat.”

Kegiatan pelatihan kader perdamaian dengan pendekatan PAR ini memang belum terlihat hasil nyatanya, masih harus menunggu kerja-nyata mereka dalam beberapa hari ke depan. Namun terrajutnya kader-kader pelopor perdamaian, dan terasahnya semangat pemberdayaan masyarakat dalam memelihara kondisi kedamaian di Kota Manado, kian terjalin kuat.

Lalu, apa yang membuat Manado tetap damai? Apa rahasianya? Dari hasil kajian awal yang dikonfirmasi hasil FGD dengan para pemuda lintas agama, diketahui bahwa latar historis heterogenitas masyarakat Manado membuat semua pihak terbiasa dengan perbedaan dan saling menghormati antarsesama mereka. Selain itu, tingkat pendidikan yang cukup tinggi membuat masyarakat dapat secara tenang mencerna dan bersikap bijak terhadap berbagai potensi pengganggu yang masuk ke Manado. Memang, Manado memberi kesan dan pengalaman baik bagi para tamu yang masuk ke dalamnya untuk belajar tentang kedamaian dalam keragaman di dalamnya. Menarik membaca tulisan pada sebuah T-Shirt di sebuah toko di Bandara Sam Ratulangi Manado, “come as a guest, leave as a friend.” Semoga damai tetap bersinar di ufuk Bunaken dan sekitarnya. [asr]

 
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.