Home /  Berita
Kerukunan Umat Beragama Menggembirakan PDF Print Email

Jakarta (18 Januari 2017). Survei nasional Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tentang Indeks Kerukunan Umat Beragama (2016) menunjukkan hasil menggembirakan. Pasalnya, Indeks Kerukunan Umat Beragama di Indonesia cukup baik, menembus angka 75,47% dengan rentang 0 sampai 100. Angka ini menggembirakan karena naik 0,12 dari Indeks Kerukunan Umat Beragama tahun sebelumnya (2015), yaitu 75,36%.

Survei yang mewawancarai 6.800 responden di 34 provinsi ini menggunakan metode multi stage clustered random sampling dengan margin error 1,2% dan tingkat kepercayaan 98,8%. Survei dilaksanakan dari 20 Juli sampai 25 Agustus 2016. 

Hasil survei -- untuk sejumlah kategori-- menunjukkan, umat beragama yang berada pada kategori perkotaan cenderung memiliki nilai Indeks Kerukunan Umat Beragama lebih tinggi (68.27%), dibandingkan di perdesaan (66.99%).

Umat beragama yang berada pada kategori heterogen cenderung memiliki nilai Indeks Kerukunan Umat Beragama lebih tinggi (75.47%), dibandingkan di wilayah yang homogen (66.71%).

Umat beragama yang berpendidikan tinggi cenderung lebih rukun (dengan nilai indeks 81.82%) dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah (dengan nilai indeks 65.69%).

Umat beragama yang memiliki pendapatan tinggi (Rp. 9 juta ke atas) cenderung lebih rukun (dengan nilai indeks 72.64%), dibandingkan mereka yang memiliki pendapatan rendah [di bawah Rp. 1 juta] (dengan nilai indeks 67.33%).

Dikaitkan dengan variabel kepercayaan (trust), umat beragama yang memiliki kepercayaan terhadap orang lain dan tetangga, cenderung memiliki nilai indeks Kerukunan Umat Beragama lebih tinggi (72.81%), dibandingkan mereka yang tidak memiliki kepercayaan (66.45%).

Sementara dikaitkan dengan partisipasi sosial, hasil survei menemukan umat beragama yang memiliki partisipasi sosial tinggi, menjadi anggota dan pengurus aktif di sebuah organisasi baik dari tingkat desa maupun nasional cenderung memiliki nilai indeks Kerukunan Umat Beragama lebih tinggi (antara 71.24% hingga 74.41%), dibandingkan mereka yang tidak berpartisipasi.

Adapun mereka yang terlibat aktif dalam organisasi lintas agama, maupun komunitas sosial di lingkungannya, cenderung memiliki nilai indeks Kerukunan Umat Beragama lebih tinggi (77.69%), dibandingkan mereka yang tidak terlibat. (Bas/AR)

 
Sukseskan Temu Peneliti Kehidupan Keagamaan PDF Print Email

Bekasi (7 Desember 2016). Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menyelenggarakan Temu Peneliti Keagamaan, bertempat di Hotel Santika Premiere, Jl. Harapan Indah Boulevard No. 10-12, Medan Satria, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Kegiatan yang mengusung tema “Inovasi dan Kompetensi Peneliti dalam Mendukung Pembangunan Agama di Indonesia” ini, bertujuan memberikan motivasi untuk meningkatkan kualitas dan wawasan kepada para peneliti serta meningkatkan inovasi di kalangan peneliti guna mendukung kebijakan pembangunan bidang keagamaan.

Bertindak sebagai narasumber utama Dr. Tri Nuke Pudjiastuti, MA. (Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Masyarakat, LIPI); Dr. Muhammad Dimyati (Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemristekdikti); Direktur Pendidikan dan Agama Bappenas, Deputi Bidang Kelembagaan dan Tatalaksana Kemenpan dan Reformasi Birokrasi; Prof. Dr. M. Arskal Salim, GP., MA. (Ketua LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta); serta Prof. Dr. Bambang Subiyanto (Ketua Umum Himpunan Peneliti Indonesia [HIMPENINDO]).

Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan, H. Muharam Marzuki, Ph.D., dan dibuka oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D. Dalam sambutannya, Mas’ud menyatakan bahwa dari sisi kuantitas Badan Litbang dan Diklat tertinggal oleh Balai Diklat Keagamaan, baik terkait penyerapan maupun orasi lmiah. “Tahun ini tiap dua bulan sekali Balai Diklat Keagamaan menyelenggarakan orasi ilmiah widyaiswara , sementara orasi ilmiah peneliti belum terlaksana. Oleh karena itu, perlu treatment khusus untuk memperbanyak professor riset,”ungkapnya.

Selanjutnya, Mas’ud menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan momen penting. Selain untuk menyajikan hasil penelitian, juga menjadi tempat untuk saling mengisi di antara para peneliti. Selain itu, yang tak kalah penting, menurutnya, untuk peningkatan wawasan perlu diadakan bedah buku di samping bedah penelitian.

Mas’ud mengapresiasi para peneliti yang dihadir di acara ini. Ia berharap ke depan perlu ada peningkatan kualitas peneliti, baik melalui studi lanjut (S2 dan S3) maupun short course ke luar negeri.

Acara ini akan dilaksanakan selama empat hari, dari tanggal 7-10 Desember 2016, diikuti oleh para peneliti di lingkungan Badan Litbang dan Diklat, serta perwakilan peneliti dari IAIN dan UIN. (bas)

 
Penelitian Untuk Memecahkan Masalah PDF Print Email

Bekasi (7 Desember 2016). Suatu kebijakan publik akan memberikan manfaat tepat sasaran bila kebijakan tersebut mampu mengangkat persoalan secara benar dan sesuai  dengan kebutuhan penyelesaian masalah.

Demikian pokok pikiran yang disampaikan Dr. Tri Nuke Pudjiastuti, MA., Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Masyarakat, LIPI, pada acara Temu Peneliti Keagamaan, yang diselenggarakan Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, di Hotel Santika Premiere, Kota Bekasi, Jawa Barat, 7 Desember 2016.

“Penelitian kebijakan mempunyai fokus utama pada pemecahan masalah praktis, yang berorientasi pada sistem sosial yang dipengaruhi kebijakan dan menghasilkan langkah-langkah untuk memecahkan masalah, “tegas Tri Nuke Pudjiastuti

Terkait dengan penelitian di Kementerian Agama, ia menyatakan penelitian kebijakan seperti itu penting karena saat ini Indonesia masih berkembang sebagai masyarakat yang salah satunya mementingkan penguatan  agama dalam sistem  sosialnya, sentimen  agama menjadi salah satu isu sosial  yang perkembangannya seperti bara dalam sekam, perkembangan  global yang  mengindikasikan identitas agama menjadi salah satu  isu yang diangkat dalam  konstelasi politik internasional, serta adanya perkembangan comodification religiousity.

Di akhir paparan, Tri Nuke Pudjiastuti mengingatkan penelitian untuk kebijakan sebaiknya dilakukan dengan diawali dengan posisi tidak berpihak, selain berpihak pada posisi yang sebenarnya dari penelitian itu dilakukan serta kemampuan untuk melakukan review atas banyak literatur dari berbagai perspektif. (bas)             

 
International Symposium on Religious Life “Managing Diversity, Fostering Harmony” PDF Print Email

Jakarta (5 Oktober 2016). “Tanggung jawab Kementerian Agama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagai lembaga negara di bidang urusan keagamaan. Hal ini menegaskan bahwa segala urusan agama dan keagamaan masyarakat bangsa Indonesia menjadi urusan dan tanggung jawabnya. Maka saya tegaskan, Kementerian Agama adalah rumah bersama bagi aspirasi keagamaan semua penduduk Indonesia yang beragama,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, mewakili Menteri Agama dalam pembukaan kegiatan International Symposium on Religious Life, Rabu (5/10). Simposium Internasional ini merupakan yang pertama kali dihelat oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.

Dalam laporannya, Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan (Kapuslitbang), Muharam Marzuki menyampaikan bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah memperoleh masukan dan saran bagaimana mengatur kehidupan umat beragama yang merupakan langkah awal dari Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama. Sebagaimana diketahui bahwa Penyusunan RUU ini merupakan salah satu prioritas Kementerian Agama di awal Pemerintahan Kabinet Kerja.

Simposium Internasional merupakan wahana penting bagi para akademisi maupun peneliti untuk bertemu dan saling bertukar informasi mengenai hasil penelitian terbaru dan kemungkinan bekerjasama untuk melakukan kegiatan penelitian terkait kehidupan keagamaan. “Bagi Kementerian Agama, simposium ini nantinya dapat memberikan rekomendasi kepada kami dalam melaksanakan visi Presiden untuk memperteguh kebhinnekaan Indonesia,” lanjut Kamaruddin dalam sambutannya.

Kegiatan Simposium Internasional yang diselenggarakan di Hotel Sari Pan Pasific ini dihadiri oleh 150 peserta, dengan plenary speakers antara lain 1) Prof Robert W. Hefner (Boston University, USA); (2) Prof Dr. Azyumardi Azra, M.A. (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta); (3) Gamal Farouq Gibril (Al-Azhar University, Cairo, Egypt); dan (4) Prof. H. Abd Rahman Mas’ud, Ph.D (Kabalitbangdiklat Kementerian Agama). Simposium diagendakan selama tiga hari, yaitu 5 s.d. 7 Oktober 2016.

Pada akhir sambutannya, Kamaruddin menyampaikan bahwa Menteri Agama menyambut baik diselenggarakannya Simposium Internasional oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ini, terutama dengan tema yang sangat relevan dan aktual, yaitu mengelola keragaman, untuk menciptakan harmoni. “Memaknai toleransi tidak cukup hanya dipahami, tapi juga harus dilakukan,” pesan Menteri Agama. (bas)

 
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Cukup Tinggi PDF Print Email

Jakarta (14 September 2016). Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pada tahun 2015 telah melakukan survei untuk mengukur dan memotret indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) di seluruh ibukota di 34 provinsi. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat Kerukunan Umat Beragama (KUB) di Indonesia masih cukup tinggi (75,36 dari 100 responden​) dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya pada tahun 2012

Pernyataan tersebut dikemukakan Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D. dalam dialog KOPI DARAT (Kongkow Pendidikan Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat), yang digagas ACDP ((Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership) Indonesia dengan mengangkat tema “Mengelola Perbedaan dan Memelihara Kerukunan Melalui Pendidikan” di bilangan QQ Kopitiam Mall FX Jl. Jenderal Sudirman Jakarta Pusat, 14 September 2016.

Dialog bertujuan untuk menyingkap peran pendidikan dalam mempromosikan kerukunan (promoting tolerance). Selain Kepala Badan Litbang dan Diklat, kegiatan ini juga dihadiri Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan, perwakilan dari Dosen Perguruan Tinggi, para pemangku kepentingan (stakeholders), pengamat pendidikan, para peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan, dan media massa.

Bertindak selaku narasumber utama Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D. (Kepala Badan Litbang dan Diklat); Dr. H. Amin Haedari (Pakar Pendidikan Islam dan Mantan Direktur Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendis Kementerian Agama); Ahmad Suaedy, MA (Perwakilan Abdurrahman Wahid Center, UI, yang kini bekerja di Ombudsman); Prof. Muljani A. Nurhadi, M.Ed. (Lead Advisor for Ministry of Religious Affairs ACDP Indonesia); dan Meiske Yoe (Perwakilan Tim Penggagas Komunitas Sabang Merauke).

Selanjutnya, Mas’ud menyatakan bahwa di beberapa daerah seperti di NTT, Kota Singaraja, Kabupaten Bali, dan Papua, budaya kerukunan umat beragama sudah diwariskan secara turun-temurun. Meskipun begitu, menurut Mas’ud, kerukunan umat beragama di Indonesia bukanlah suatu situasi yang permanen, melainkan merupakan suatu hal yang dinamis dan harus dijaga. “Secara umum, Indonesia adalah bangsa yang ramah dan penuh toleransi serta menjaga kerukunan. Jika ada gesekan berlandaskan agama pada sebuah daerah di Indonesia, ini hanya kasuistik saja.” tegasnya.

“Perlu diketahui, hasil survei yang memperoleh skor tinggi menunjukkan bahwa tiga variabel itu diapresiasi tinggi oleh responden. Oleh karena itu, penting bagi dunia pendidikan untuk memberikan perhatian lebih pada pendidikan kesetaraan (equity), toleransi (tolerance), dan kerjasama (team work)," Mas'ud menambahkan.​

Sementara itu, Dr. H. Amin Haedari, MPd., memaparkan bahwa pendidikan Islam memainkan peranan sangat besar dalam mempromosikan toleransi, saling menghormati antar umat beragama, dan menjaga kerukunan (harmony), apalagi agama Islam dikenal sebagai rahmat bagi segenap semesta (rahmatan lil ‘alamin). “Pendidikan toleransi (tasamuh fit tarbiyah) dilakukan dengan menginternalisasi pemahaman anak-anak pada awal masa pembentukan karakter (character building) serta menanamkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai budaya damai sejak SD, SMP, sampai Perguruan Tinggi,” ungkapnya. Oleh karena itu, “Merawat perbedaan dan menyikapinya dengan baik dengan saling mengerti dan saling memahami adalah tugas kita bersama,” ungkapnya lagi.

Pembicara lain, Ahmad Suaedy, MA, mengungkapkan bahwa terjadinya intoleransi di kalangan siswa sekolah (public school) sampai mahasiswa di perguruan tinggi disebabkan kurangnya pemahaman Islam rahmatan lil ‘alamin yang komprehensif (syamil dan mutakamil). "Penting sekali menyuburkan gerakan cinta damai kepada peserta didik, misalnya dengan menghargai local wisdom, melestarikan tradisi agama, dan budaya keluhuran santri pesantren yang mendalami makna sabar, syukur, dan ikhlas," ujarnya.

Kegiatan dialog ini terselenggara atas kerjasama ACDP Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian PPN/Bappenas, European Union/Uni Eropa, dan AusAid serta ADB. (Nasrullah Nurdin/bas)

 
<< Start < Prev 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Next > End >>

JPAGE_CURRENT_OF_TOTAL
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.