HomeBeritareligious_stream /  Perumusan Ulang Regulasi Organisasi Gereja
Perumusan Ulang Regulasi Organisasi Gereja PDF Print Email

Jakarta,03/06 (Puslitbang 1) - Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI menyelenggarakan Seminar Hasil Penelitian, “Pandangan Pemimpin Gereja tentang Pengaturan Organisasi Gereja”, Kamis, 28/05 di Hotel Millenium, Jakarta. Seminar ini merupakan pembahasan atas hasil penelitian, baik oleh para peneliti, pimpinan gereja dan pejabat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama.

Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan yang diwakili oleh Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Hubungan Antarumat Beragama  Ibnu Hasan Muchtar dalam pembukaan acara menyatakan, seminar ini bertujuan untuk menvalidasi hasil penelitian para peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan, dengan para pimpinan gereja. Penelitian ini sendiri dilatari oleh kekhawatiran membludaknya pendaftaran denominasi Gereja, padahal telah keluar moratorium atau penghentian sementara penambahan Gereja baru.

“Dengan terbitnya UU No. 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), Ditjen. Bimas Kristen merasa khawatir nantinya terjadi pendaftaran denominasi Gereja baru, tidak melalui Kementerian Agama, melainkan melalui Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri. Mengingat organisasi gereja bisa masuk kategori Ormas, ia bisa mendaftar kepada Kesbangpol berdasarkan peluang UU tersebut”, demikian disampaikan Ibnu Hasan Muchtar.

Wakhid Sugiyarto, salah satu peneliti menyatakan, “Kekhawatiran ini mengemuka di kalangan pimpinan gereja. Sebab sebagai lembaga yang berkaitan dengan politik dan kebangsaan, Ditjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri tidak memiliki wewenang dalam hal agama. Padahal, organisasi gereja memiliki wilayah teologis yang tidak akan dipahami oleh Kementerian Dalam Negeri. Oleh karenanya, sebagian besar informan penelitian menganjurkan Kementerian Agama (Bimas Kristen) sebagai pintu yang sah bagi pendaftaran gereja baru”.

Demikian pula peneliti utama, Nuhrison M. Nuh yang melakukan penelitian di Manado, menunjukkan kesamaan sikap para pimpinan gereja yang menawarkan solusi teknis: pengelompokan denominasi gereja baru ke dalam gereja-gereja induk. “Jadi lahirnya gereja baru tidak perlu dilarang, melainkan dikelompokkan ke dalam gereja-gereja induk aras nasional”, demikian papar beliau.

Hanya saja ketika kemunculan gereja baru disertai dengan paham keagamaan di luar mainstream kekristenan, sebagian besar pendeta menolak hal itu. Misalnya, gereja yang membawa paham Kristologi non-Trinitas yang tentunya sudah keluar dari prinsip utama teologi Kristen. Atas kemunculan paham ini, pemerintah diminta untuk tidak memasukkannya menjadi bagian dari kekristenan. Hal ini disampaikan oleh Syaiful Arif, mitra peneliti yang juga pengajar di Pascasarjana STAINU Jakarta. “Namun perbedaan paham tidak memunculkan konflik di kalangan Kristen. Seperti di Semarang, di mana gereja non-trinitas (Unitarian/Tauhid) juga disahkan, yakni Gereja Jemaat Allah Global Indonesia (JAGI), para pimpinan Gereja tetap bisa bersatu dalam kerukunan. Hal ini disebabkan oleh peran forum-forum kerukunan antar-Gereja yang difasilitasi oleh Pembimas Kristen Jawa Tengah”, demikian imbuhnya.

Selain presentasi hasil penelitian oleh para peneliti, hadir pula narasumber pembahas. Yakni Pdt. Martin Sinaga dari STT Jakarta dan Pontus Sitorus, Sekretaris Ditjen Bimas Kristen. Dalam bahasannya, Martin menjelaskan bahwa perkembangbiakan Gereja-gereja yang dianggap konfliktual dan terpecah bukanlah sifat dasar Protestantisme, melainkan dinamika wajar di setiap umat beragama. Makanya Martin memberi masukan agar Puslitbang Kehidupan Keagamaan perlu melakukan penelitian lanjutan untuk menggali lebih lanjut penyebab proliferasi tersebut baik dari sisi kepemimpinan maupun organisasi.

Penelitian ini sendiri diadakan pada 27 Maret-5 April serentak di tujuh wilayah, yakni Medan, Manado, Bandung, Jakarta, Semarang, Surabaya dan Papua. Rencananya, Seminar Hasil Penelitian akan ditindaklanjuti oleh Workshop Perumusan Pengaturan Organisasi Gereja yang melibatkan para pimpinan Gereja, Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri (SA).

 
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.