HomeBeritaKUB /  Kearifan Lokal : Jembatan untuk Mengerti Kebutuhan Masyarakat
Kearifan Lokal : Jembatan untuk Mengerti Kebutuhan Masyarakat PDF Print Email

Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang  dan Diklat Kementerian Agama RI bekerjasama dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar menyelenggarakan kegiatan Workshop “Kerukunan Umat Beragama Berbasis Kearifan Lokal di Sulawesi Selatan”. Acara ini diikuti oleh 50 orang peserta yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu perwakilan Kanwil dan Kemenag Kota Makassar, FKUB, Majelis-Majelis Agama, Ormas Keagamaan seperti MUI, NU, Muhammadiyah, LDII, DDI, IJABI, JAI, perwakilan pemuda lintas agama dan unsur Perguruan Tinggi serta peneliti Balai Litbang Agama  Makassar. Acara ini dilaksanakan dari tanggal 27 s.d. 29 November 2013 dan menghadirkan beberapa narasumber yaitu Prof. Dr. H. Dedi Djubaedi, M.Ag, Prof.H.Azhar Arsyad, MA.,  Dr.Halilintar Latief, M.Pd. dan Dr.  Abd. Kadir Ahmad.

Kepala Balai Litbang Agama Makassar Dr. Hamzah Harun Al Rasyid menyatakan bahwa kegiatan ini dilatarbelakangi dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada tahun 2009 tentang pemetaan keagamaan. Pemetaan Keagamaan tidak hanya berasal dari data kehidupan keagamaan masyarakat Sulawesi Selatan tetapi juga berdasarkan kearifan lokal yang bersumber dari seluruh etnis yang ada di Sulawesi Selatan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi nilai-nilai lokal di Sulawesi Selatan, yang akan dijadikan sebagai landasan dasar  kebijakan untuk seluruh Nusantara.

Prof. Dr. H. Dedi Djubaedi, M.Ag, selaku Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan menyambut baik dilaksanakannya workshop ini. Dalam sambutannya sekaligus menyampaikan materi, Kapuslitbang menyampaikan harapannya melalui workshop kearifan lokal ini  dapat mewujudkan kerukunan umat beragama.

"Allah menciptakan manusia sebagai kholifah, sebagai pemimpin yang akan dimintai  pertanggungan jawabannya. Yang dibutuhkan sebagai pemimpin adalah pelayanan untuk melanjutkan aktifitas kelestarian kebijaksanaan dan kearifan lokal sebagai tanggungjawab bersama. Kearifan lokal apabila tidak dikembangkan dalam konteks kemajuan zaman maka akan punah. Misalnya di Ambon dengan kearifan lokal seperti Katong Basaudara (Kita Orang Bersaudara) adalah salah satu upaya merealisasikan kehidupan yang rukun terpancar dalam kehidupan manusia. Kearifan lokal bisa menjadi jembatan, untuk mengerti kebutuhan masyarakat. Kita harus mampu mencari kearifan lokal yang membangun sistem berfikir yang menang-menang, karena selama ini yang terfikir kalah-menang", demikian ungkap Prof Dedi Djubaedi.

Sementara menurut Prof.H.Azhar Arsyad, MA, pranata-pranata lokal bisa menjadi spirit bagi kearifan lokal. Karena itu tidak perlu ada pertengkaran, sebab masing-masing memiliki ruh keyakinan dan keimanan di dalam hatinya bagi setiap manusia. Ruh, menurut Hossein Nasser adalah substance (substansi), spiritual, celestial (melangit), luminious (bercahaya), living (hidup), knowing, potentially dan active by nature. Kearifan lokal munculnya dari ruh dan masuk menjadi inner capacity.

Dr. Halilintar Latief, M.Pd mengatakan bahwa ada beberapa kearifan lokal yang berasal dari asing, tetapi telah menjadi bagian dari kita, meskipun diantaranya ada yang diterima dengan keikhlasan atau dengan paksaan. Setelah pemaparan narasumber, dilanjutkan dengan dialog. Muncul usulan dari para peserta dalam rangka mempertahankan kearifan lokal supaya tetap terjaga,  diantaranya agar kearifan lokal dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah maupun perguruan tinggi.

 
Copyright © 2024. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.